kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.468.000   -2.000   -0,14%
  • USD/IDR 15.946   -52,00   -0,33%
  • IDX 7.161   -53,30   -0,74%
  • KOMPAS100 1.094   -8,21   -0,74%
  • LQ45 872   -4,01   -0,46%
  • ISSI 216   -1,82   -0,84%
  • IDX30 446   -1,75   -0,39%
  • IDXHIDIV20 540   0,36   0,07%
  • IDX80 126   -0,84   -0,67%
  • IDXV30 136   0,20   0,15%
  • IDXQ30 149   -0,29   -0,20%

Di Tasik, nelayan beli premium Rp 10.000/liter


Senin, 01 Desember 2014 / 17:01 WIB
Di Tasik, nelayan beli premium Rp 10.000/liter
ILUSTRASI. Aliran dana asing dalam sepekan ini tercatat keluar dari pasar saham Indonesia.


Sumber: Kompas.com | Editor: Uji Agung Santosa

TASIKMALAYA. Kebijakan pemerintah tentang kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis premium dan solar masih terus meninggalkan cerita di kalangan masyarakat, seperti dampak yang masih dirasakan oleh para nelayan di Pesisir Pantai Selatan Kabupaten Tasikmalaya. 

Para nelayan tetap memaksakan untuk bisa melaut meski setiap harinya mesti membeli BBM jenis Premium dengan harga Rp 10.000 per liter di pengecer. Pasalnya, selama ini, tak ada SPBU yang jaraknya dekat dengan pemukiman para nelayan. 

“Ingin tetap hidup Pak, kami terpaksa setiap hari beli premium untuk perahu di pengecer supaya tetap bisa melaut. Harganya Rp 10.000 per liter. Tidak ke SPBU, soalnya jaraknya jauh dari sini,” kata Rahman (45), salah seorang nelayan di daerah Pamayang, Kecamatan Cipatujah, Kabupaten Tasikmalaya, Senin (1/12/2014).

Sementara itu, Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Tasikmalaya, Dedi Mulyadi menyatakan, meski para nelayan tidak sampai mogok melaut, tapi kenaikan premium sebagai bahan bakar utama mesin perahu nelayan sangat memberatkan mereka. 

Selama ini, ongkos operasional yang harus dikeluarkan mengalami kenaikan hampir 50%. Untuk sekali melaut, satu unit perahu setidaknya membutuhkan 10 sampai 15 liter premium per harinya. 

“Sedikitnya kita harus mengeluarkan Rp 150.000 untuk bisa melaut dan mencari nafkah. Jumlah itu hanya untuk bensin saja, belum persediaan melaut lainnya,” ujar Dedi. 

Meski berat hati harus mengeluarkan uang lebih besar dari sebelum kenaikan BBM, namun para nelayan tidak punya pilihan lain. Mereka harus tetap melaut agar mendapat penghasilan bagi kehidupan keluarganya. 

Kebutuhan melaut saat ini setidaknya harus memegang uang Rp 150.000 sampai Rp 250.000 per hari. Soalnya, setiap melaut para nelayan harus membawa pembekalan makanan selama mereka berada di laut untuk mencari ikan. 

“Selain membeli bensin yang mahal, kita pun harus membeli persediaan makanan selama melaut yang sama harganya ikut naik juga,” tambah Dedi. 

Nasib kurang baik pun masih mendera para nelayan di Cipatujah, meski telah mengeluarkan dana cukup besar ternyata harga jual ikan di pasar lelang masih tetap seperti sebelumnya. Nelayan tidak bisa menaikan harga ikan seluruhnya dengan alasan naiknya harga ditentukan pengepul dan pembeli ikan. 

Dengan kondisi ini, para nelayan berharap ada kebijakan dari pemerintah pusat atau daerah guna menghadapi situasi seperti ini. Seperti adanya kompensasi atau perlindungan solial khusus bagi nelayan terutama saat membeli bahan bakar untuk perahu. 

“Saya berharap ada bantuan dari pemerintah pusat atau daerah, misalnya seperti bantuan dana kompensasi atau kartu khusus membeli bahan bakar bagi nelayan,” pungkas dia. (Irwan Nugraha)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×