Reporter: Arsy Ani Sucianingsih, Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Cadangan devisa Indonesia pada Februari 2018 diperkirakan bakal kembali memecahkan rekor tertinggi. Tambahan utang green bond Sukuk Wakalah senilai US$ 3 miliar dipastikan memperbesar pundi-pundi cadangan devisa yang Januari lalu sebesar US$ 131,9 miliar. Meski cadangan devisa meningkat, otot rupiah bulan ini masih cenderung melemah.
Kurs referensi di Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia mencatat, nilai tukar rupiah Rp 13.650 per dollar Amerika Serikat (AS) pada Selasa (27/2).Nilai itu menguat tipis dari sehari sebelumnya di level Rp 13.659 per dollar AS. Namun dibandingkan awal bulan yang Rp 13.402 per dollar AS, kurs rupiah pada Selasa kemarin tetap melemah.
Gubernur BI Agus Martowardojo menyatakan, perkembangan cadangan devisa sudah bagus dan jauh di atas kebutuhan valuta asing untuk impor serta pembayaran utang. Dengan cadangan devisa yang besar, menurut Agus, BI akan hadir di pasar apabila ada gejolak yang membuat rupiah tidak mencerminkan fundamental ekonomi Indonesia.
"Selama nilai tukar mencerminkan fundamental ekonomi Indonesia, ketersediaan dollar di pasar selalu ada. Volatilitas rupiah masih wajar," kata Agus usai menghadiri acara High Level Conference Annual Meeting 2018 di Jakarta, Selasa (27/2).
Agus mengakui, pergerakan rupiah cukup labil pada awal tahun ini. Namun, volatilitas rupiah itu dinilai masih wajar, di kisaran 7%–8%. Menurut Agus, itu karena faktor global di luar negeri, khususnya AS. Rupiah labil dan cenderung melemah jelang rapat Federal Open Market Committee (FOMC) di AS pada Maret, Juni dan Desember.
BI menganalisa, AS akan mengeluarkan tax policy yang memungkinkan pembiayaan fiskal. AS akan banyak mengeluarkan surat utang, sekaligus menaikkan yield US Treasury hingga kisaran 3%. Selain itu, Fed Fund Rate juga diperkirakan naik 3 kali tahun ini, sehingga akan memicu penguatan dollar AS.
Hanya sementara
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menilai nilai tukar rupiah masih kompetitif. Bahkan selama kenaikan Fed Fund Rate tahun 2016 dan 2017, rupiah relatif stabil.
Mantan Direktur World Bank ini pun optimistis, pelemahan kurs rupiah hanya bersifat sementara. Seperti pada Januari lalu, kurs rupiah sempat di atas Rp 13.500, tapi secara rata-rata pada bulan tersebut hanya Rp 13.380, lebih rendah dari asumsi di APBN 2018 Rp 13.400.
"Yang paling penting, nilai tukar rupiah cukup fleksibel tetapi juga tidak menimbulkan daya competitiveness yang tererosi," jelas Sri Mulyani di tempat yang sama.
Ekonom BCA David Sumual menganalisa, pelemahan rupiah akibat ekspektasi pelaku pasar yang memprediksi kenaikan suku bunga AS lebih cepat. Namun hal itu masih wajah, karena mata uang negara lain juga melemah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News