Reporter: Ferry Hidayat | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Anggota Komisi III DPR RI, Saan Mustopa mendukung adanya jeda jabatan untuk mencegah praktik politik dinasti yang tengah menjadi polemik belakangan ini.
"Ada ide selang-seling, jeda waktu. Misal, sekarang ayahnya sudah habis masa periode kepemimpinan, maka anaknya harus ada jeda satu pemerintahan lagi untuk tidak berpartisipasi," tutur politisi dari Partai Demokrat ini di Gedung DPR Senayan (16/10).
Meskipun demikian, wacana pencegahan adanya politik dinasti ini terdapat sisi dilematis yang sulit untuk dipisahkan. "Di satu sisi ada hal negatif, di mana akumulasi kekuasaan ada dalam dinasti tertentu. Tetapi di sisi lain kalau dibatasi, itu melanggar HAM seseorang, karena membatasi hak politik sebagai warga negara," imbuhnya.
Menurut Saan, masalah politik dinasti sebenarnya sudah dibahas di DPR. "Soal ini sudah ada di Panitia Kerja, sudah masuk Rancangan Undang-Undang Pilkada yang tengah dibahas di Komisi II," lanjutnya.
Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro menuntut adanya aturan eksplisit dalam undang-undang untuk mencegah praktik 'political clans' ini.
"DPR harus segera merumuskan redaksional yang eksplisit dalam RUU Pilkada ini. Misalnya, ketika salah satu anggota keluarga telah menjabat kepala daerah, maka anak, saudara, istri harus berhenti berpolitik selama 5 tahun, supaya memutus jalur kekuasaan yang rawan disalahgunakan," ungkapnya kepada KONTAN.
Seperti diberitakan sebelumnya, KPK telah menetapkan tersangka kepada Tubagus Chaery Wardana alias Wawan terkait kasus suap dalam sengketa Pilkada di Kabupaten Lebak, Banten.
Wawan sendiri merupakan adik kandung dari Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah, serta suami dari Wali Kota Tangerang Selatan, Airin Rachmi Diany.
Kasus ini telah memancing perdebatan publik yang menuntut segera dihapusnya praktik politik dinasti dalam praktik pemerintahan, khususnya ditingkat politik lokal.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News