Reporter: Grace Olivia | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Neraca perdagangan Indonesia di periode Oktober 2018 mencatat defisit yang makin besar, yaitu US$ 1,82 miliar. Ekspor memang tumbuh secara bulanan maupun tahunan. Tapi impor melaju lebih pesat sehingga neraca dagang masih defisit.
Secara kumulatif Januari-Oktober 2018, nilai ekspor mencapai US$ 150,88 miliar atau meningkat 8,84% dibanding periode yang sama di tahun sebelumnya (yoy). Sementara, nilai impor mencapai US$ 156,39 miliar. Lantas, total defisit neraca dagang hingga Oktober mencapai US$ 5,51 miliar.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, laju pertumbuhan ekspor yang tinggi tak bisa dilepaskan dari pertumbuhan ekonomi yang terjaga baik pula. "Karena memang pertumbuhan (ekonomi) juga relatif masih baik, jadi impornya jalan terus. Kalau dilihat kan, selalu dominasinya impor bahan baku baru dan barang modal," kata Darmin, Kamis (15/11) malam.
Pertumbuhan ekonomi yang positif, lanjut Darmin, juga seiring dengan pembentukan modal yang tumbuh relatif baik dan konsumsi rumah tangga yang masih di atas 5%.
Kendati begitu, Darmin mengaku sulit menumbuhkan ekspor di tengah gejolak perekonomian global saat ini. "Sebagian perang dagang, meski kita tidak ikut perang dagang, tapi lebih banyak dampak lanjutannya. Ditambah memang ada restriksi yang sudah berjalan beberapa bulan seperti dari India," ujar dia.
Lantas, "Ekspornya hanya berapa persen tumbuhnya, sama sekali tidak bisa mengimbangi pertumbuhan impornya," kata Darmin.
Darmin memastikan pemerintah terus mengupayakan perbaikan defisit perdagangan ini melalui rangkaian kebijakan. Meski, ia bilang, kebanyakan di antaranya baru memberi dampak dalam jangka menengah hinga panjang.
Adapun, kebijakan pengendalian impor minyak yakni Biodiesel 20 (B20) menurut Darmin memang masih terkendala, terutama urusan kebutuhan kapal yang tinggi. Oleh karena itu, pemerintah telah memikirkan solusi penambahan floating storage untuk menampung dan mempercepat penyaluran B20 ke seluruh Indonesia. "Kita sudah ketemu solusinya, artinya kalau floating storage-nya sudah ada, tinggal penempatannya," kata dia.
Di sisi lain, Darmin juga mengatakan bahwa kestabilan perekonomian tak hanya dipengaruhi ekspor-impor, tetapi juga oleh arus modal yang masuk ke Indonesia (capital inflow). Di tengah penguatan nilai tukar rupiah saat ini, Darmin menilai tepat bagi Bank Indonesia kembali menaikkan suku bunga acuan menjadi 6%.
"Perlu juga kita susun kebijakan dan sebagainya untuk mendorong potensi masuknya dana dari luar itu supaya transaksi modal dan finansial bisa mengimbangi transaksi berjalan," ujar Darmin.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News