Reporter: Indra Khairuman | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Kenaikan harga minyak dunia berpotensi memberikan dampak besar pada anggaran negara. Dampaknya, defisit anggaran terancam melebar dan alokasi anggaran subsidi energi bisa meningkat untuk menjaga stabilitas harga domestik.
M Rizal Taufikurahman, Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan Isnstitute for Development of Economics and Finance (Indef) mengatakan, lonjakan harga minyak dunia secara otomatis memengaruhi struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Dalam APBN 2025, asumsi harga minyak Indonesia (ICP) ditetapkan sebesar US$ 82 per barel. Kata Rizal, setiap kenaikan US$ 1 per barel harga minyak akan menambah beban subsidi energi sekitar Rp 10 triliun. Sementara tambahan pendapatan negara dari sektor migas hanya mencapai sekitar Rp 3 triliun.
Dengan kata lain, secara neto APBN akan terkuras sekitar Rp 7 triliun untuk setiap donar kenaikan.
“Jika tren harga terus bergerak akibat perang Israel dan Iran menuju US$ 95-US$ 100 per barel, ruang fiskal makin sempit dan otomatis memperbesar beban subsidi serta menekan fleksibilitas fiskal,” ujar Rizal kepada Kontan.co.id, Selasa (24/5).
Baca Juga: Harga Minyak Dunia Melonjak, Anggota DPR Ini Minta Pemerintah Antisipasi Fiskal
Rizal juga menyebut, jika harga minyak terus meningkat, pemerintah hampir pasti akan menambah anggaran subsidi energi untuk menjaga kestabilan harga domestik.
“Apalagi menjelang tahun politik dan agenda besar internasional, menjaga harga BBM menjadi keharusan politik, bukan sekedar kalkulasi fiskal,” jelas Rizal.
Ia mengatakan, opsi untuk menyesuaikan APBN melalui tambahan subsidi sudah mulai dibahas di dalam pemerintah.
Menurut Rizal, titik kritisnya terjadi jika harga minyak tembus ke angka US$ 95-US$ 100 per barel yang akan memaksa pemerintah untuk meningkatkan subsidi energi agar inflasi tetap terkendali.
“Sudah dapat dipastikan, apabila perang Iran dan Israel berkepanjangan dan Selat Hormuz ditutup, maka risiko pelebaran defisit anggaran sangat nyata dengan kenaikan harga minyak global tak terkendali,” ucap Rizal.
Rizal mencatat jika harga Brent melonjak hingga US$ 100-US$ 130 per barel, defisit APBN bisa membengkak sampai Rp 126 triliun-Rp 343 triliun. Hal ini sama dengan pelebaran defisit yang mencapai 2,8%-3% dari PDB.
“Jika tidak diantisipasi, pelebaran defisit ini bisa menjadi sinyal buruk di mata pasar, memperberat pembiayaan utang, dan menekan ruang fiskal untuk agenda pembangunan lainnya,” tegas Rizal.
Ia bilang, pemerintah tidak memiliki banyak pilihan kecuali melakuka penyesuaian dan realokasi anggaran. “Yakni dengan melakukan efisiensi belanja, penundaan proyek non prioritas, hingga revisi APBN menjadi opsi yang tengah digodok untuk menjaga APBN tetap terkendali,” tambah Rizal.
Rizal menyarankan untuk mempertahankan anggaran prioritas, sementara program yang tidak mendesak harus ditunda. Ini merupakan langkah untuk menjaga kredibilitas fiskal sekaligus melindungi ruang fiskal dari ancaman lonjakan harga energi global yang bisa memburuk kapan saja.
Baca Juga: Harga Minyak Dunia Melonjak, Pertamina Evaluasi Harga BBM Non-Subsidi
Selanjutnya: Promo PSM Alfamart Periode 24-30 Juni 2025, Sabun Biore Cair Diskon Rp 14.000
Menarik Dibaca: Promo PSM Alfamart Periode 24-30 Juni 2025, Sabun Biore Cair Diskon Rp 14.000
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News