Reporter: Adi Wikanto, Asep Munazat Zatnika | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Perlambatan ekonomi di kuartal I tahun ini mengancam postur anggaran pemerintah. Penerimaan akan meleset jauh dari target, sedangkan pemerintah tetap menggenjot belanja negara. Walhasil, defisit anggaran bakal meleset jauh dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2015 yang sebesar 1,9% dari produk domestik bruto (PDB).
Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro bilang, defisit APBN-P 2015 bisa melebar ke 2,2% dari PDB. "Melihat kondisi sekarang, realisasi defisit tidak akan sama dengan target," kata Bambang, Kamis (7/5).
Pelebaran defisit karena pelambatan ekonomi ini membuat penerimaan negara dari perpajakan, termasuk bea dan cukai, bakal jauh dari target. Di APBN-P itu, pemerintah menargetkan penerimaan perpajakan Rp 1.489 triliun.
Sementara itu, hingga 30 April lalu, realisasi penerimaan pajak hanya Rp 310,1 triliun atau 23,96% dari target Rp pajak Rp 1.294 triliun. Penerimaan pajak ini bahkan lebih rendah 1,29% dibandingkan akhir April 2014 yang mencapai Rp 314,13 triliun.
Meski penerimaan menciut, pemerintah tidak akan mengurangi belanja. Yang akan dilakukan adalah mencari pendanaan lain untuk menutupi penerimaan yang seret. Namun, pemerintah berjanji tidak akan melakukannya dengan menambah utang melalui penerbitan surat utang.
Rencananya, pemerintah akan mencari utang baru melalui pinjaman bilateral dan multilateral. "Nambah utang sih pasti, tapi tidak tidak dari market," ujar Bambang.
Di APBNP 2015, kebutuhan utang mencapai Rp 279,4 triliun. Bambang tak merinci penambahan utang baru akibat meningkatnya defisit.
Nota Keuangan APBNP 2015 menyatakan, setiap perlambatan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,1%, maka pendapatan negara berkurang Rp 1,1 triliun-Rp 1,3 triliun. Lalu defisit anggaran akan bertambah Rp 900 miliar-Rp 1 triliun. Jumlah defisit anggaran itu harus ditutupi dengan utang atau pembiayaan baru.
Ekonom Lembaga Penjamin Simpanan Doddy Ariefianto, sependapat, realisasi penerimaan pajak tahun ini bakal jauh dari target. Perlambatan ekonomi menyebabkan dunia usaha lesu, pembayaran pajak pun jauh berkurang.
Sebab itu, agar pertumbuhan ekonomi tak ikut meleset jauh dari target, pemerintah harus menerima target defisit diperlebar dari 1,9%. "Agar pemerintah mengoptimalkan dana belanja untuk stimulus ekonomi," kata Doddy.
Menurut Doddy, pemerintah bisa meningkatkan defisit hingga 2,4%. Secara teori, level itu masih aman. Tapi, pemerintah harus mengoptimalkan utang itu untuk memberi stimulus ke sektor produktif.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News