kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,75   -27,98   -3.02%
  • EMAS1.327.000 1,30%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

DDTC: Kontraksi PPN mengonfirmasi pelemahan konsumsi


Selasa, 16 Juni 2020 / 18:48 WIB
DDTC: Kontraksi PPN mengonfirmasi pelemahan konsumsi
ILUSTRASI. Realisasi PPN sepanjang Januari-Mei 2020 sebesar Rp 160 triliun, kontraksi alias turun 8% secara tahunan.


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Adanya kontraksi pajak pertambahan nilai (PPN) sampai dengan akhir Mei 2020 telah mengonfirmasi penurunan konsumsi masyarakat. Ini terjadi akibat penyebaran virus corona.

Pengamat Pajak Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Darussalam mengatakan, bilang hal ini tidak dipungkiri terpicu dampak coronavirus disease 2019 (Covid-19) terhadap perekonomian dalam negeri. Terlebih bulan lalu merupakan momentum high season konsumsi sering dengan berjalannya Ramadan.

“Padahal pada umumnya, jenis pajak yg relatif bertahan di kala krisis adalah pajak yang berbasis konsumsi seperti halnya PPN maupun pajak yg berbasis kekayaan seperti halnya pajak bumi dan bangunan (PBB). Sedangkan pajak penghasilan (PPh) dan pajak dalam rangka impor umumnya melemah,” kata Darussalam kepada Kontan.co.id, Selasa (16/6).

Baca Juga: Sri Mulyani pastikan tarik PPh Netflix, Spotify, dan Zoom setelah konsensus global

Laporan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mencatat sepanjang Januari sampai dengan Mei 2020 realisasi PPN sebesar Rp 160 triliun, kontraksi alias turun 8% year on year (yoy) dibandingkan pencapaian periode sama tahun lalu senilai Rp 173,8 triliun.

Kinerja buruk PPN jika terkonfirmasi dari penerimaan pajak berdasarkan jenis sektor penyumbang terbesar pajak konsumen tersebut. Sektor manufaktur mencatat realisasi sebesar Rp 126,14 atau minus 6,8% yoy dan sektor perdagangan senilai Rp 84,91 triliun, melorot 12% secara tahunan.

Baca Juga: Banyak Tak Capai Target, Kontraktor Migas Merevisi Rencana Kerja

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, realisasi PPN yang melemah disebabkan oleh restitusi atau pengembalian pajak yang dipercepat sebagaimana pemberian stimulus Covid-19 kepada dunia usaha. Dus, PPN Dalam Negeri (PPN DN) sebagai porsi PPN terbesar hanya mencapai Rp 94,51 triliun atau negatif 2,71% yoy.

Walau demikian, Darussalam menyampaikan jenis penerimaan PPN dan PBB sepertinya bisa membaik seiring dengan membaiknya kegiatan ekonomi masyarakat dan adanya new normal.

Di sisi lain, realisasi PPN akan ketimpa rezeki dari implementasi penarikan PPN atas Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) yang mulai efektif berlaku dipungut per awal Agustus 2020.

Baca Juga: UPDATE kurs pajak hari ini untuk mata uang dollar dan non dollar

Ketentuan itu sebagaimana Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 48/PMK.03/2020 tentang Tata Cara Penunjukan Pemungut, Pemungutan, dan Penyetoran, serta Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai atas Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/ atau Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean melalui Perdagangan melalui Sistem Elektronik.

Darussalam menambahkan, selain PPN, pos jenis pajak lainnya tidak akan berdaya melawan lesunya ekonomi di tahun ini. “Untuk penerimaan PPh baik migas dan non-migas sepertinya akan tetap melemah,” ujar Darussalam.

Adapun secara umum realisasi penerimaan pajak sepanjang Januari hingga Mei 2020 sebesar Rp 444,6 triliun. Angka ini kontraksi 10,8% secara tahunan jika dibandingkan dengan pencapaian sama tahun lalu yang mencapai Rp 498,5 triliun.

Baca Juga: Pelaku industri akan dapat subsidi listrik, butuh stimulus Rp 1,85 triliun

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×