Reporter: Yudho Winarto |
JAKARTA. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terpaksa menunda pengesahan perdamaian antara para kreditur dengan PT Daya Mandiri Resources Indonesia (DMRI) dan PT Dayaindo Resources International Tbk (KARK). Ini karena Dayaindo dan DMRI tidak bisa menyanggupi kewajiban kepada PT Bank Internasional Indonesia (BII) soal pembayaran awal sebesar Rp 15 miliar.
Padahal Majelis Hakim yang terdiri dari Agus Iskandar, Bagus Irawan, dan Noer Ali berencana membacakan perdamaian tersebut pada Kamis (28/3) lalu.
"Pada menit-menit terakhir, investor asal Malaysia tiba-tiba pergi. Kami terlalu percaya, ternyata mereka hanya punya kepentingan pada kapalnya," kata Direktur Dayaindo, Firmus Marcelinus Kudadiri.
Akibatnya, Dayaindo tak punya cukup dana untuk membayar Rp 15 miliar dari seluruh utang Rp 90 miliar sebelum tanggal 20 Maret. Pembayaran itu merupakan syarat yang disodorkan BII untuk menyetujui proposal perdamaian terkait penundaan kewajiban pembayaraan utang (PKPU). Dengan begitu, proposal yang sebelumnya sudah disetujui menjadi mentah kembali.
Dengan adanya masalah ini, pengadilan menyetujui penambahan waktu PKPU Dayaindo selama 60 hari ke depan. Firmus berjanji akan memanfaatkan waktu perpanjangan itu. "Kami akan menyelesaikan sebaik-baiknya," ujarnya.
BII melalui kuasa hukum Swandy Halim berharap Dayaindo dan DMRI serius dengan proses PKPU ini. Pasalnya, sudah dua kali para kreditur melakukan voting untuk menyelesaikan proposal perdamaian.
"Pada dasarnya BII beritikad baik untuk memberi kesempatan. Jika sampai debitur pailit, itu bukan salah kami. Sebelumnya BII telah memberikan banyak toleransi," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News