Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mewajibkan perusahaan yang melakukan transaksi afiliasi, baik di dalam maupun di luar negeri, untuk menyusun dan menyerahkan Dokumen Penetapan Harga Transfer (transfer pricing/TP) sesuai dengan kebijakan pelaporan yang baru.
Namun, soal penerapannya masih banyak memunculkan tanda tanya dari pelaku usaha. Pasalnya, ada beberapa persoalan di antaranya ketersediaan data pembanding untuk domestik dan Country by Country Reporting (CbCR) untuk perusahaan group yang induknya di luar negeri. Padahal, data pembanding ini paling penting dalam TP Documentation.
Kasubdit Pencegahan dan Penanganan Sengketa Perpajakan International DJP Achmad Amin menjelaskan, data pembanding dalam TP Doc ini bisa menjadi permasalahan khususnya bagi perusahaan yang tidak tahu-menahu pada saat penentuan harga, misalnya, harga ditentukan oleh induk.
“Bila tidak tahu menau, harga ditentukan oleh induk, itulah yang jadi permasalahan karena dari nature-nya saja tidak arms length. Jadi, silakan bebani pihak induk untuk buktikan ini sumbernya dari mana? Jangan diam menerima tanpa mengetahui nature transaksinya,” ujar Amin dalam seminar bertajuk “Penerapan Regulasi Baru Transfer Pricing, Kendala dan Solusinya” di Hotel Gran Melia, Selasa(14/2).
Ia mengatakan bila hal ini sudah terlanjur terjadi, memang harus dicari pembandingnya. “Tetapi apakah harus menggunakan database yang sophisticated? Tidak. Bisa gunakan dari IDX, bisa dilihat dari perusahaan go public,” katanya.
Ia menegaskan bahwa DJP sendiri tidak pernah endorse penggunaan database tertentu. Bahkan, ia mengatakan bahwa DJP sering kali menggunakan Google atau Yahoo untuk mencari pembanding.
Ia melanjutkan, untuk data pembanding lebih baik perusahaan mengambil dari negara yang sama. Pasalnya, berbeda negara menurut Amin, berbeda pula kondisi ekonominya sehingga profitabilitasnya berbeda.
Ia memberi contoh, misalnya sebuah perusahaan di Indonesia bertransaksi dengan afiliasi di Singapura. “Misalnya dia sebagai perusahaan contract manufacturer pakaian yang hanya melakukan pekerjaan sesuai order. Berapa sih harga wajar untuk Singapura? Kalau menggunakan data harga jualnya, barang seperti baju adalah barang unik maka bisa pakai metode berbasis gross profit atau net profit,” katanya
Nantinya, untuk menunjukkan apakah labanya sudah wajar atau belum, maka perusahaan tersebut perlu pembanding. Pembanding itu bisa dari perusahaan sejenis yang ada di Indonesia.