Reporter: Mona Tobing, Noverius Laoli, Yulianna Fauzi | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Urusan pangan selalu memicu keributan. Mulai dari lonjakan harga seperti sekarang hingga regulasi. Celakanya, sejauh ini data kebutuhan dan produksi pangan simpang siur alias tidak ada yang bisa dipegang. Maklum, sejumlah instansi pemerintah memiliki data dan angka sendiri yang berbeda-beda. Tak heran, pengambilan kebijakan bidang pangan acap tak akurat. Termasuk misalnya urusan prediksi produksi, kebutuhan dan stok pangan.
Misalnya, tahun ini, Badan Pusat Statistik (BPS) memperkirakan produksi padi bakal turun mengikuti tren tahun 2014 yang turun 0,63%. Tapi, Kementerian Pertanian (Kemtan) yakin produksi naik 20%-30%. Selain itu, data pangan juga acap tak masuk akal.
Khudori, pengamat pertanian, memberi contoh data kebutuhan beras yang selalu menjadi basis impor beras. Tahun 2014, pemerintah mengimpor beras sebanyak 500.000 ton dengan alasan kekurangan stok. Padahal tahun itu produksi gabah kering giling (GKG) mencapai 70,8 juta ton dan rendemen 63%. Artinya per 1 kuintal GKG menghasilkan 63 kilogram (kg) beras.
Alhasil, total produksi beras tahun lalu mencapai 44,6 juta ton. Produksi tersebut sebenarnya cukup untuk memenuhi kebutuhan beras nasional. Sebab, rata-rata konsumsi per kapita sekitar 139 kg per tahun atau 34,7 juta ton. Jika ditambah konsumsi tidak langsung, seperti restoran, yang mencapai 3 juta ton setahun, konsumsi beras tahun 2014 mencapai 37,7 juta ton. Dengan produksi beras yang mencapai 44,6 juta ton, ada kelebihan 6,9 juta ton plus beras impor 500.000 ton.
"Pertanyaannya, kemana kelebihan ini?" ujar Khudori, kemarin. "Ini akibat data pangan tidak akurat," tambahnya.
Syakir, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kemtan menilai, perbedaan standar operasional prosedur (SOP) jadi biang keladi problem itu. "Perbedaan data membuat Kemtan kesulitan untuk menetapkan rekomendasi impor," tuturnya.
Dwi Andreas, pakar pertanian dari Institut Pertanian Bogor (IPB) melihat kesalahan data berefek pada pengambilan keputusan yang salah. Hal ini krusial mengingat program swasembada melibatkan dana besar. Tahun ini, dari total Rp 72,46 triliun, Kemtan mengalokasikan Rp 32,7 triliun untuk program swasembada pangan. "Perencanaan harus merujuk data akurat," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News