kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.913.000   17.000   0,90%
  • USD/IDR 16.250   24,00   0,15%
  • IDX 6.858   -57,30   -0,83%
  • KOMPAS100 999   -8,46   -0,84%
  • LQ45 764   -6,84   -0,89%
  • ISSI 225   -1,86   -0,82%
  • IDX30 394   -3,33   -0,84%
  • IDXHIDIV20 456   -2,72   -0,59%
  • IDX80 112   -1,03   -0,91%
  • IDXV30 113   -0,75   -0,66%
  • IDXQ30 128   -0,76   -0,59%

Data Kemiskinan Indonesia Versi Bank Dunia, IMF, dan BPS Beda, Ini Kata Pengamat


Selasa, 10 Juni 2025 / 17:15 WIB
Data Kemiskinan Indonesia Versi Bank Dunia, IMF, dan BPS Beda, Ini Kata Pengamat
ILUSTRASI. KONTAN/Fransiskus Simbolon. Pengamat menilai perbedaan angka kemiskinan antara versi Bank Dunia, BPS, dan IMF tidak bisa dibandingkan secara langsung.


Reporter: Muhammad Alief Andri | Editor: Tri Sulistiowati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengamat ketenagakerjaan Tadjudin Noer Effendi menilai perbedaan angka kemiskinan antara versi Bank Dunia, Badan Pusat Statistik (BPS), dan IMF tidak bisa dibandingkan secara langsung karena masing-masing menggunakan pendekatan dan tujuan yang berbeda.

Menurutnya, IMF menghitung kemiskinan lewat pendekatan makroekonomi untuk keperluan stabilitas dan pertumbuhan ekonomi global.

Sementara itu, Bank Dunia mengukur kemiskinan berdasarkan pengeluaran per kapita per hari yang disesuaikan dengan daya beli masyarakat (purchasing power parity/PPP), dengan ambang batas sekitar US$ 1,90 per hari.

Di sisi lain, BPS mengukur kemiskinan absolut berdasarkan kebutuhan dasar makanan dan non-makanan, disesuaikan dengan pola konsumsi lokal dengan standar energi 2.100 kilokalori.

Baca Juga: Kemiskinan Kota Naik, INDEF Sarankan Pemerintah Bentuk Koperasi Digital Perkotaan

"Ketiganya nggak bisa dibandingkan langsung karena tujuan, ukuran, dan pendekatannya berbeda. BPS lebih fokus pada penyusunan kebijakan nasional dan daerah," ujar Tadjudin saat dihubungi Kontan, Selasa (10/6).

Lebih lanjut, ia mengkritisi pendekatan pemerintah dalam menanggulangi kemiskinan melalui bantuan sosial (bansos). Menurut Tadjudin, bansos hanya bersifat jangka pendek dan bahkan bisa “mematikan” inisiatif masyarakat miskin untuk keluar dari jerat kemiskinan.

"Memberi uang atau beras itu tidak mendidik. Orang jadi manja dan menunggu bantuan, bukan memperbaiki dirinya sendiri," tegasnya.

Ia menyarankan agar pemerintah lebih fokus menciptakan lapangan kerja dan memberikan akses modal bagi kelompok rentan. Menurutnya, pengentasan kemiskinan yang efektif adalah dengan menyediakan pekerjaan yang layak dan berkelanjutan.

“Kalau mau berhasil, orang miskin harus diberi pekerjaan. Bukan terus-menerus diberi bantuan,” pungkasnya.

Baca Juga: Data Bank Dunia: Penduduk Miskin Indonesia Capai 194,4 Juta Orang

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Owe-some! Mitigasi Risiko SP2DK dan Pemeriksaan Pajak

[X]
×