kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Darmin: Tak ada cerita perubahan ketimpangan besar


Kamis, 04 Januari 2018 / 15:59 WIB
Darmin: Tak ada cerita perubahan ketimpangan besar


Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tingkat ketimpangan yang diukur dari gini ratio pada September 2017 sebesar 0,391. Angka itu menurun 0,002 poin dibanding Maret 2017 dan turun 0,003 poin dibanding September 2016.

Penurunan tingkat ketimpangan pada September 2017 ini disebabkan oleh kenaikan pengeluaran penduduk lapisan bawah lebih tinggi dibanding penduduk lapisan atas. Persentase pengeluaran kelompok masyarakat 20% berpenghasilan tinggi menurun.

Sementara, persentase pengeluaran kelompok masyarakat 40% terbawah dan 40% menengah meningkat.

Tingkat ketimpangan yang menurun ini terjadi saat ekonomi juga tumbuh tidak melaju terlalu kencang. Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia melihat ekonomi Indonesia bakal bertumbuh hingga 5,17% di 2017. Namun, outlook itu berubah menjadi 5,05 %.

Sebaliknya, saat pertumbuhan ekonomi tinggi pada akhir pemerintahan Megawati Soekarnoputri dan Susilo Bambang Yudhoyono, rasio gini malah naik.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, tidak ada cerita bahwa perubahan ketimpangan terjadi secara besar-besaran atau drastis. Namun demikian, secara nasional angka kemiskinan sudah membaik.

"Memang tidak ada cerita, angka kemiskinan dan ketimpangan itu perubahannya besar, yang penting itu berkelanjutan. Itu sebabnya pemerintah susun pemerataan ekonomi yang cukup besar-besaran,” ujar Darmin di kantornya, Rabu (3/1).

Ekonom Indef Bhima Yudhistira mengatakan, memang terkesan ada trade off antara mengejar pertumbuhan ekonomi dengan ketimpangan, tetapi kondisi ini diperparah oleh struktur ekonomi yang memang timpang.

Contohnya, ketika commodity boom di tahun 2011, yang paling menikmati kue ekonomi kelompok 20% teratas. Begitu juga ketika di era Jokowi saat harga komoditas sempat anjlok, ketimpangan turun karena pengeluaran kelompok atas yang terimbas.

Oleh karena itu, ia mengatakan, pemerintah jangan terjebak pada pertumbuhan ekonomi yang semu atau bergantung pada ekspor komoditas mentah. “Tanpa hilirisasi industri struktur ekonomi akan rapuh dan makin timpang,” ujarnya.




TERBARU

[X]
×