Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengelolaan anggaran keuangan negara menjadi tantangan pemerintah saat ini. Pemerintah mengakui, sejumlah pihak getol ketika penganggaran program kegiatan, tetapi loyo saat pelaksanaan dan pelaporan.
Hal itu, salah satunya tampak dari anggaran daerah. Padahal, anggaran transfer ke daerah setiap tahunnya meningkat. Demikian juga dengan belanja daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Direktur Jenderal (Dirjen) Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Boediarso Teguh Widodo mengatakan, anggaran transfer ke daerah naik lebih dari 10 kali lipat dari diberlakukannya desentralisasi fiskal sebesar Rp 81 triliun menjadi Rp 766 triliun saat ini.
Kenaikan belanja daerah selama kurun waktu tersebut bahkan lebih besar lagi, yaitu hampir 12 kali lipat dari Rp 93 triliun menjadi Rp 1.097 saat ini.
"Tetapi kenaikan dari belanja APBD dan transfer ke daerah tadi tidak diikuti oleh pengelolaan anggaran yang efektif dan efisien," kata Boediarso saat paparan dalam acara Budget Day di Gedung Dhanapala Kemenkeu, Rabu (22/11).
Hal tersebut lanjut dia, setidaknya terlihat dari sejumlah indikator. Pertama, porsi belanja pegawai di daerah sebesar 36,8% jauh lebih besar dibanding porsi belanja modal yang hanya 20%.
Kedua, penyerapan anggaran yang optimal. Hal ini tercermin dari realisasi belanja modal lambat, simpanan pemda di bank yang makin meningkat setiap tahunnya, dan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (Silpa) yang semakin besar.
Ketiga, adanya ketimpangan dalam layanan publik antar daerah. Ia menyebut, akses air bersih di Balikpapan, Kalimantan Timur mencapai 98%. Sebaliknya, di Kabupaten Mamberamo, Papua hanya 4%.
Di bidang kesehatan, untuk Kota Banda Aceh telah terdapat 15/100.000 tenaga kesehatan. Sementara di Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur baru 1,4/100.000 yang dilayani tenaga kesehatan," tambah Boediarso.
Begitu juga dengan partisipasi sekolah hingga SMA di Padang Sidempuan, Sumatera Utara yang telah mencapai 87%, tetapi di Pegunungan Bintang, Papua hanya 7%.
Dan di bidang tata kelola keuangan daerah terdapat 7.950 temuan atas Sistem Pengendalian Internal (SPI) dengan 12.168 permasalahan dan kerugian negara antara sekitar Rp 2 triliun.
"Yang lebih menyedihkan adalah terdapat 361 kepala daerah terlibat kasus korupsi dari 542 daerah. Terdiri dari 18 gubernur, 343 bupati atau wali kota dengan korupsi terbesar ada pada pelaksanaan dari pengadaan konstruksi bangunan," tambah dia.
Direktur Jenderal (Dirjen) Anggaran Kemenkeu Askolani mengatakan, pengelolaan anggaran saat ini masih menjadi tantangan lantaran perencanaan kegiatan yang sering kali tidak matang. Hal itu berujung pada pelaksanaan kegiatan yang tidak efektif sehingga penyerapannya belum optimal.
"Tetapi belum optimalnya belanja diimbangi dengan koleksi penerimaan yang juga belum optimal. Semua target pendapatan harusnya deviasinya lebih kecil, kemudian rencana belanja juga harusnya sesuai yang dipagukan supaya betul-betul optimal," kata Askolani.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News