kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.741.000   2.000   0,12%
  • USD/IDR 16.443   -51,00   -0,31%
  • IDX 6.472   -43,68   -0,67%
  • KOMPAS100 929   2,96   0,32%
  • LQ45 729   2,37   0,33%
  • ISSI 202   -1,52   -0,74%
  • IDX30 380   0,83   0,22%
  • IDXHIDIV20 454   0,28   0,06%
  • IDX80 106   0,50   0,48%
  • IDXV30 109   0,90   0,83%
  • IDXQ30 124   0,29   0,23%

Dana Pemda yang Mengendap di Bank Turun, Efek Pemangkasan Anggaran Transfer Daerah?


Senin, 17 Maret 2025 / 18:13 WIB
Dana Pemda yang Mengendap di Bank Turun, Efek Pemangkasan Anggaran Transfer Daerah?
ILUSTRASI. Dana Pemerintah Daerah (Pemda) yang mengendap di perbankan mulai menurun selama 2 tahun terakhir.


Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dana Pemerintah Daerah (Pemda) yang mengendap di perbankan mulai menurun selama 2 tahun terakhir. Puncak terendahnya adalah per Desember 2024 dimana dana mengendap Pemda di perbankan turun sekitar 11,25% secara tahunan (year on year/yoy) menjadi Rp 86,85 triliun berdasarkan laporan APBN KiTa edisi Februari 2025.

Jika melihat data APBN KiTa tersebut, dana mengendap Pemda di perbankan pada akhir tahun 2024 merupakan yang terendah selama 4 tahun terakhir.

Dalam laporan tersebut, Wakil Menteri Keuangan Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menyebut penurunan dana pemda yang mengendap di perbankan menjadi tanda bahwa daerah mampu membelanjakan anggarannya dengan baik.

Baca Juga: Daerah Harus Berhemat, Sri Mulyani Potong Dana Transfer ke Daerah Rp 50,5 Triliun

Namun, para ekonom memiliki pandangan yang berbeda. Telisa Aulia Falianty, Ekonom Universitas Indonesia (UI) menyampaikan, ada kemungkinan menurunnya dana Pemda yang mengendap di perbankan ini juga karena penyaluran lewat Bank Pembangunan Rakyat (BPR) yang kemudian disalurkan untuk fasilitas kredit, mengingat BPR juga membutuhkan modal, sehingga terjadinya sinergi antara Pemda dengan BPR.

"Jadi, kalau dilihat data pertumbuhan kredit BPD-nya juga mengalami perbaikan karena ada penyaluran ke BPR agar bisa meningkatkan pertumbuhan kreditnya, sehingga yang mengendap dana Pemda ini juga bisa tersalurkan. Sehingga yang mengendap menjadi lebih kecil," ungkap Telisa kepada Kontan, Senin (17/3).

Sementara itu Ekonom Bright Institute Awalil Rizky menyampaikan, jika melihat data APBN KiTa per Februari 2025, total transfer ke daerah tercatat sebesar Rp 136,6 triliun, atau sekitar 14,9% dari pagu APBN. 

Jika dibandingkan secara tahunan (year on year/yoy) jumlah tersebut justru naik 1,43% yoy dari realisasi tahun lalu Rp134,6 triliun per Februari 2024, atau sekitar 15,70% dari pagu APBN 2024.

"Dari laporan APBN Kita, hal itu belum dipengaruhi oleh rencana efisiensi anggaran, termasuk transfer ke daerah (TKD). Bisa dikatakan TKD selama dua bulan ini relatif sesuai tahun-tahun lalu, dan kinerja TKD cukup wajar. Terutama terkait dengan layanan publik yang wajib di daerah," ungkap Awalil kepada Kontan, Senin (17/3).

Baca Juga: Daerah Harus Berhemat, Sri Mulyani Potong Dana Transfer ke Daerah Rp 50,5 Triliun

Meski begitu Awalil menilai, kebijakan pemerintah dalam melakukan efisiensi termasuk mengurangi transfer ke daerah ini, kemungkinan telah dilakukan pemblokiran dana sementara  selama bulan Februari lalu, namun ia memperkirakan nilai dana yang diblokir belum sebesar anggaran Kementerian/Lembaga pada saat masih berlangsung penyusunan efisiensi atau alokasi yang baru.

"Sedangkan paparan masih besarnya posisi dana pemda di perbankan, meski mulai berkurang, justru semacam argumentasi dilakukannya pemotongan. TKD selama ini dianggap Pemerintah belum optimal dibelanjakan daerah," ungkapnya.

Lebih jauh Awalil menyebut, harusnya pemerintah tidak menyamaratakan dan memberlakukan kebijakan efisiensi, termasuk pemotongan TKD kepada semua daerah, mengingat kondisi tiap daerah itu berbeda, dimana pada umumnya daerah-daerah yang kaya (pendapatan daerah) memiliki kelebihan dana sehingga tidak 100% dibelanjakan (mengendap di perbankan). 

Sedangkan sebagian besar daerah masih kekurangan pendapatan, sehingga amat bergantung pada TKD dari pemerintah pusat.

"Efisiensi TKD jelas akan berdampak pada pelemahan perekonomian daerah, terutama melalui berkurangnya kapasitas APBD. Tentu dampak pastinya mesti dilihat nanti daerah mana yang dipangkas besar, serta masing-masing peruntukannya," ungkap Awalil.

Ekonom sekaligus Direktur Segara Research Institute Piter Abdullah juga menyampaikan, dana transfer ke daerah yang terpangkas akan memaksa Pemda untuk menggunakan dana mereka yang selama ini mengendap di perbankan, ini juga yang membuat dana Pemda di perbankan mengalami penurunan.

"Kalau penurunan transfer ke daerah terus berlanjut pasti akan mengurangi kemampuan belanja daerah yang pada ujungnya berdampak ke perekonomian nasional,"  ungkap Piter kepada Kontan.

Meski demikian, menurut Telisa, perlu melihat dua sisi dari tren penurunan pengendapan dana Pemda di perbankan tersebut. Menurutnya efisiensi TKD diharapkan hanya akan berefek pada berkurangnya perjalanan dinas hingga aktivitas yang tidak perlu dilakukan.

Di sisi lain, ekonomi daerah menurut Telisa masih bisa terkerek jika disokong oleh program-program pemerintah seperti Makan Bergizi Gratis hingga program 3 juta rumah, memiliki multiplier efect ke daerah.

"Jadi selain efisiensi TKD juga pengurangan belanja pemerintah tetap ada pengaruhnya ke daerah. Cuma itu sebetulnya bisa dikompensasi dengan program-program pemerintah yang dijanjikan. Nah itu juga bisa mengurangi dampak negatif dari efisiensi TKD ini," ungkapnya.

Selanjutnya: Shopee Gelar Pelatihan Digital untuk UMKM Hadapi Lonjakan Belanja Ramadan

Menarik Dibaca: Bandung Hujan pada Pagi Hari, Ini Prakiraan Cuaca Besok (18/3) di Jawa Barat

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Procurement Economies of Scale (SCMPES) Brush and Beyond

[X]
×