kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   20,00   0,12%
  • IDX 7.053   69,44   0,99%
  • KOMPAS100 1.055   14,32   1,38%
  • LQ45 829   11,91   1,46%
  • ISSI 214   1,24   0,58%
  • IDX30 423   6,73   1,62%
  • IDXHIDIV20 510   7,74   1,54%
  • IDX80 120   1,64   1,38%
  • IDXV30 125   0,95   0,76%
  • IDXQ30 141   2,08   1,49%

Dana JHT Bisa Cair Setelah Usia 56 Tahun, KSPN: Tidak Salah, Cuma Situasi Tak Pas


Senin, 14 Februari 2022 / 13:23 WIB
Dana JHT Bisa Cair Setelah Usia 56 Tahun, KSPN: Tidak Salah, Cuma Situasi Tak Pas
ILUSTRASI. Pencairan dana JHT bisa dilakukan setelah peserta beusia 56 tahun, telah meninggal dunia atau cacat tetap.


Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Program Jaminan Hari Tua (JHT) yang dikelola Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan atau BPJamsostek mendapat banyak sorotan setelah pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 2 Tahun 2022. 

Aturan yang diundangkan pada 4 Februari 2022 dan efektif berlaku 4 Mei 2022 ini mengubah total syarat dan ketentuan pencairan JHT. Dengan aturan baru itu, pencairan dana JHT setelah usia 56 tahun, telah meninggal dunia atau cacat tetap.

Sedangkan dalam aturan sebelumnya, yakni Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 19 Tahun 2015, dana pekerja yang ada di dalam program JHT dapat langsung dicairkan 1 bulan setelah tidak bekerja atau mengundurkan diri.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nasional (KSPN) Ristadi berpendapat, Permenaker No 2 Tahun 2022 tentang Cara dan Persyaratan Pembayaran JHT sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. “Filosofi JHT kan memang untuk mengkaver ketika peserta memasuki masa tua, atau pensiun,” kata Ristadi dalam keterangannya, Senin (14/2).

Baca Juga: JHT Cair Saat Usia 56 Tahun, Ini Jumlah Duit Investasi JHT Pekerja di BP Jamsostek

Menurut Ristadi, Permenaker 2/2022 yang baru akan berlaku pada 4 Mei 2022 ini, sebenarnya perintah dari pasal 37 UU  40/2004. Dalam pasal itu disebutkan bahwa manfaat jaminan hari tua berupa uang tunai dibayarkan sekaligus pada saat peserta memasuki usia pensiun, meninggal dunia, atau mengalami cacat total tetap.

Oleh karena itu, dia menilai, secara yuridis dan filosofis, pemerintah tidak salah. Hanya saja menurutnya, situasinya saja yang belum tepat.

Dia mengatakan, Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) yang dibuat pemerintah untuk menyiasati pekerja yang kehilangan pekerjaan juga belum sepenuhnya mampu memenuhi keinginan buruh. Sebab, masih perlu kejelasan dan sosialisasi tentang JKP tersebut. 

“JKP ini kan bisa didapat kalau kemudian pekerja itu atau peserta itu masuk ke dalam program BPJS secara lengkap, program jaminan kesehatan, program kecelajaan kerja, jaminan kematian, pensiun, termasuk JHT,” katanya.

Namun, dia menambahkan, belum semua pekerja dikaver seluruh program jaminan sosial ini. Banyak pekerja sudah jadi peserta program JHT tapi belum ikut program jaminan pensiun. 

Selain itu, banyak pengusaha yang menunggak iuran. Peserta belum tentu bisa mendapatkan JKP. “(Pengusaha) Nunggak saja satu atau dua bulan pas terjadi, maka tidak mendapatkan klaim jaminan kehilangan pekerjaan. Tentu ini harus dipertimbangkan dan dihitung kembali dalam situasi ini,” katanya.

Menurutnya, saat ini banyak pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), kemudian kemampuan keuangan perusahaan yang tak maksimal. Namun, belum tentu orang yang PHK langsung dapat pesangon. Dalam situasi inilah kemudian memaksa pekerja mengandalkan tabungan JHT sebagai solusi darurat.

Baca Juga: KSPI Tolak Permenaker No 2 Tahun 2022, Said Iqbal: JHT Pertahanan Terakhir Buruh

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×