Reporter: Siti Masitoh | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Lonjakan harga minyak global yang dipicu eskalasi konflik antara Israel dan Iran dinilai membawa dampak potensial terhadap neraca perdagangan Indonesia.
Meski demikian, Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai, risiko pembalikan neraca dagang menjadi defisit dalam waktu dekat masih relatif terbatas.
Ia mencatat, meskipun Indonesia merupakan net-importer minyak, kenaikan harga minyak mentah global hingga kisaran US$ 75 per barel pasca tiga hari perang keduanya berlangsung, cenderung bersifat temporer dan terkendali.
Menurut Josua, dalam jangka pendek, tekanan terhadap impor minyak dan gas (migas) memang akan meningkat. Namun mengingat bahwa proyeksi harga minyak diperkirakan kembali menurun ke rentang US$ 65–70 per barel seiring upaya de-eskalasi konflik dan tidak terjadi gangguan signifikan terhadap infrastruktur energi utama seperti Selat Hormuz.
“Maka risiko defisit perdagangan akibat lonjakan harga minyak global tetap terkendali,” tutur Josua kepada Kontan, Selasa (17/6).
Baca Juga: Iran-Israel Berperang, Ekonomi Indonesia Bisa Ikut Meradang
Di sisi lain, Josua memperkirakan, kinerja ekspor Indonesia pada periode ini kemungkinan masih terbantu pemulihan permintaan global khususnya dari mitra dagang utama. Seperti China yang menunjukkan perbaikan dalam indikator ekonominya, tercermin dalam peningkatan penjualan ritel terbaru.
Dengan asumsi harga komoditas ekspor utama seperti batubara, nikel, dan minyak sawit tetap stabil atau mengalami peningkatan moderat akibat risiko geopolitik ini, surplus perdagangan Indonesia secara keseluruhan diprediksi akan tetap positif meski dengan nilai yang sedikit menurun.
Lebih lanjut, terkait dampaknya terhadap defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD), dalam jangka pendek, Josua menilai, tekanannya akan terasa akibat peningkatan nilai impor migas.
Namun, menurut Josua, risiko pelebaran CAD secara signifikan masih relatif terkelola, karena prospek harga minyak yang diperkirakan turun dalam beberapa bulan ke depan serta ekspektasi tetap solidnya aliran masuk modal asing yang ditopang oleh potensi pemangkasan suku bunga The Fed di sisa tahun ini.
“Menurut skenario baseline kami, CAD diperkirakan tetap terkendali di bawah ambang batas aman, didukung oleh ekspektasi pemulihan ekspor non-migas serta berlanjutnya surplus neraca perdagangan secara keseluruhan,” jelasnya.
Secara keseluruhan, Josua membeberkan, meskipun risiko jangka pendek perlu dipantau, proyeksi CAD di 2025 kemungkinan masih akan berada dalam rentang yang sehat dan terkendali dimana untuk keseluruhan tahun 2025 diperkirakan akan tetap kurang 1% terhadap produk domestik bruto (PDB).
Baca Juga: Kemenkeu Siapkan Antisipasi Dampak Konflik Iran-Israel ke Ekonomi Domestik
Selanjutnya: Arah Gerak Bursa di Tengah Pengumuman Suku Bunga AS, Mampu Melaju ke 7.200?
Menarik Dibaca: Ada Diskon Tiket Kereta 30%, 952.639 Tiket Sudah Terjual
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News