Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan menyarankan agar negara secara bertahap melepaskan BUMN ke swasta supaya tercipta iklim investasi yang adil. Sebab idealnya, negara tidak perlu ikut berbisnis.
Hal itu dikatakan Dahlan dalam diskusi online dengan tema, "Arah Transformasi BUMN," yang digelar pusat studi BUMN. Kegiatan ini bertujuan mengkaji dan memberi catatan atas kondisi terkini dalam reformasi BUMN di Indonesia dengan menghadirkan Mantan Menteri BUMN, Dahlan Iskan sebagai Keynote Speaker.
Baca Juga: Mantan Menteri BUMN ini heran alasan DPR ngotot Indonesia cetak uang Rp 600 triliun
"Ketika negara berbisnis, maka sebenarnya swasta sedang dihadapkan pada persaingan yang tidak adil melawan BUMN yang disokong oleh negara melalui capital dan peraturan. Menyerahkan bisnis kepada swasta adalah pilihan yang bisa menyelesaikan berbagai masalah yang ada di BUMN," ujar Dahlan dalam keterangannya, Jumat (17/7).
Kendati demikian, Dahlan mengaku memahami sejarah dan pertimbangan-pertimbangan strategis yang melatarbelakangi adanya BUMN. Untuk itu, Dahlan menyarankan untuk mengklasifikasi BUMN yang ada menjadi dua kategori, yang terkait dengan ketahanan-nasional dan BUMN yang tidak terkait.
"Untuk BUMN yang tidak terkait, secara bertahap harus dilepas ke swasta, sedangkan BUMN non-profit bisa dikelola dengan sistem pengelolaan professional," ujarnya.
Di luar isu tersebut, Dahlan juga menyoroti masalah depolitisasi. Memberikan otonomi kepada BUMN agar dapat menerapkan profesionalisme secara penuh adalah kunci agar BUMN bisa menaikkan performa bisnis nya.
Intervensi politis memang tidak selalu bisa dihindari, disini keberadaan Menteri BUMN sebagai penghubung antara pemerintah dengan BUMN menjadi sangat krusial.
Baca Juga: Dahlan Iskan: 10 orang dari berbagai negara tak percaya Indonesia bebas virus corona
"Menteri yang berlatar belakang professional diharapkan mampu menfilter antara agenda strategis negara dan kepentingan politis sesaat. Keberanian Menteri BUMN melindungi BUMN dari kepentingan-kepentingan politis inilah salah satu factor penting dalam mengawal transformasi BUMN," paparnya.
Berbeda dengan Dahlan, Akademisi FEB Airlangga, Luthfi Nur Rosyidi menyajikan temuan studi di negara China dan negara-negara Nordic. Berbeda dengan Eropa barat dan Amerika Utara yang menjadikan privatisasi sebagai resep utama transformasi BUMN, China dan Nordic ternyata memilih untuk tetap memiliki BUMN. Bahkan, setelah melalui 40 tahun lebih transformasi, saat ini China masih mempunyai lebih dari 15.000 BUMN.