Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah berencana akan meningkatkan rata-rata tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok tahun depan. Salah satu tujuannya untuk mengejar target penerimaan cukai tahun depan yang dipatok sebesar Rp 203,9 triliun.
Nilai penerimaan cukai di 2022 tersebut tumbuh 11,9% dari outlook di 2021 yang sebesar Rp 179,6 triliun. Ketua DPD Asosiasi Petani Tembakau (APTI) Jawa Barat, Suryana semakin meragukan komitmen pemerintah melindungi hajat hidup jutaan petani tembakau.
"Kapan keberpihakan pemerintah terhadap petani tembakau? Kebijakan Pemerintah kerapkali mengabaikan perut petani tembakau," kata Suryana dalam keterangannya yang dikutip Kontan.co.id, Kamis (18/8).
Suryana menegaskan, keputusan pemerintah menaikkan CHT tahun 2022 tanpa pertimbangan bahwa dalam industri hasil tembakau (IHT) ada komponen tembakau yang selalu terdampak, maka sama saja pemerintah melakukan kezaliman. Pasalnya, pemerintah berpikir sepihak.
"Sementara, petani tembakau aspirasinya diabaikan. Apakah pemerintah bersedia membeli hasil panen tembakau dari petani Kalau industri penyerapannya melemah, apakah pemerintah mau membeli hasil tembakau kami?," ujar Suryana.
Baca Juga: Sinyal Kenaikan Cukai Rokok Menuai Protes
Suryana mengingatkan di tengah upaya menjalankan program prioritas Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), pemerintah agar tidak membuat kebijakan yang justru makin memperpuruk keadaan bangsa. Oleh karena itu, DPD APTI Jawa Barat dengan tegas menolak rencana kenaikan cukai 2022, dengan mempertimbangkan 3 (tiga) hal utama.
Pertama, pertanian tembakau sampai sekarang merupakan pertanian yang turun- temurun dan mempunyai nilai tinggi. Kedua, tingkat daya beli masyarakat sangat rendah karena efek pandemi yang mengkhawatirkan. "Dan ketiga, menyangkut nasib perut dan ketahanan ekonomi keluarga," tegasnya.
Sementara itu, Ketua DPD Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) NTB, Sahminudin mendesak komitmen Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk melindungi kelangsungan hidup dengan kebijakan yang berpihak pada petani tembakau. Pasalnya, berbagai kebijakan yang menyangkut sektor pertembakauan, tak lepas dari intervensi asing yang tujuannya justru mematikan kelangsungan hidup jutaan petani tembakau.
"Tembakau sudah menjadi nadi kehidupan jutaan petani tembakau. Saatnya pemerintah Indonesia menunjukkan komitmennya untuk mewujudkan kemandirian bangsa melalui kebijakan-kebijakan yang tak bisa diintervensi asing," kata Sahminudin.
Sahminudin mengungkapkan, selama pemerintahan Presiden Jokowi, setiap tahun cukai hasil tembakau (CHT) dinaikkan, penjualan IHT (rokok) dari tahun ke tahun terus menurun. "Berkurangkah jumlah perokok di Indonesia? Yang mengisap rokok bercukai memang menurun, tetapi yang mengkonsumsi rokok alternatif (tradisional) dan rokok ilegal tidak terkendali," kata Sahminudin.
Menurutnya, Kementerian Keuangan sudah grasak-grusuk untuk menetapkan kenaikan CHT, belum lagi rencana revisi PP 109/2012, simplifikasi tarif cukai, menaikkan cukai setinggi-tingginya. "Sangat jelas cara-cara pemerintah seperti ini mengabaikan sebagian besar pemangku kepentingan yang terkait tembakau dan CHT," cetusnya.
Sahminudin menambahkan, sudah menjadi rahasia dunia, dampak dari pandemi Covid-19, pertumbuhan ekonomi melorot, daya beli menurun, tetapi dalam kondisi yang demikian malah pemerintah dengan enteng menaikkan CHT dengan angka fantastis.
"Pemerintah selalu mendengar pihak Asing. Hanya dikasih pinjaman Rp9 Triliun oleh Bank Dunia dengan syarat naikkan CHT lebih besar lagi dan sederhanakan jumlah golongan CHT, Padahal dari CHT dan pajak rokok pemerintah sudah dapat Rp200 Triliun (tahun 2019)," pungkasnya.
Selanjutnya: Pemerintah akan naikkan tarif cukai rokok tahun 2022, ini kata PBNU
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News