Reporter: Asep Munazat Zatnika | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Program pengampunan pajak atau tax amnesty belum menunjukan progres yang menggembirakan. Sejak, berlaku efektif satu bulan yang lalu, tanggal 19 Juli hingga Kamis (18/8), realisasi jumlah uang tebusan baru sebesar Rp 637 miliar, atau 0,4% dari target Rp 165 triliun.
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysist (CITA) Yustinus Prastowo menilai, kondisi itu cukup menghawatirkan. Karena periode pertama tax amnesty hanya tinggal sekitar satu bulan saja.
Padahal, pemerintah berharap akan lebih banyak warga negara indonesia yang mengikuti program ini, pada periode pertama. Dengan alasan tarif uang tebusan yang paling rendah, baik untuk yang melakukan deklarasi atau yang disertai repatriasi.
Menurut Yustinus, masih banyak WNI yang masih ragu dengan program ini, yang disebabkan masih banyaknya regulasi yang tidak pasti. Regulasi tersebut, yaitu aturan turunan dari Undang-undang pengampunan pajak, berupa Peraturan Menteri Keuangan (PMK).
Akibatnya, dalam perjalanannya banyak petugas pajak yang masih belum bisa menjelaskan dengan baik kepada WNI. "Ada beberapa perbedaan aturan antara UU dengan PMK terkait petunjuk teknis," ujar Yustinus, Kamis (18/8).
Oleh karena itu, Ia berharap pemerintah segera memperbaiki pola kumunikasi dan sosialisasinya. Ia juga mengkritik sistem sosialisasi yang belum begitu fokus menyasar pihak-pihak tertentu yang dinilai paling potensial.
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, pihaknya tentu siap jika harus mengeluarkan rencana lain untuk mengamankan penerimaan negara, jika target tax amnesty tidak tercapai. "Kami akan ada adjustmen nantinya," ujar Sri Mulyani.
Ia mengaku, yang sekarang dilakukan pemerintah adalah fokus untuk menutupi potensi shortfall penerimaan sebesar Rp 219 triliun, yaitu, dengan memangkas sejumlah anggaran di pemerintah pusat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News