Reporter: Sinar Putri S.Utami | Editor: Adi Wikanto
Jakarta. Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada (KCKG) menilai Riza Rahmat dan Irene Bela bukan pihak yang memiliki kewenangan untuk mengajukan gugatan pembatalan perdamaian. Hal itu ia sampaikan dalam eksepsi jawaban, Rabu (10/8).
Dalam berkas jawaban yang diterima KONTAN, kuasa hukum KCKG Fredie Soethiono menjelaskan, memang kedua penggugat merupakan para kreditur KCKG dalam proses PKPU. Tapi, dalam kaitannya dengan putusan homologasi maka seharusnya yang mengajukan gugatan pembatalan perdamaian adalah Komite Inveatasi Mitra Usaha (KIMU).
"Hal itu sudah disepakati dan tertuang dalam fungsi dan tugas pokok KIMU menurut putusan homologasi pada 23 Juli 2014," tulis Fredie. Sekadar tahu saja, dalam jawabannya, pihak KCKG mengajukan tiga eksepsi.
Dimana yang kedua, KCKG menilai gugatan pembatalan perdamaian ini prematur. Pasalnya dalam homoligasi diatur grace periode terhadap pembayaran pokok minimal 2 tahun dan makaimal 3 tahun.
"Sehingga, bisa dikatakan secara singkat belum bisa dikatakan belum jatuh tempo, atau kalau dihitung jatuh tempo baru pada 23 Juli 2017," tambah Fredie.
Eksepsi lain yang diajukan juga berkenaan dengan gugatan yang kekurangan pihak karena tidak menyertakan KIMU. Sebab, KCKG menilai, dalam homologasi itu juga telah disepakati bahwa selama masa transisi menuju pemnentukkan PT Pooling Asset maja akan dibentuk KIMU sementara.
Lalu terkait belum diserahkannya berbagai dokumen pendukung, Fredie mengaku telah menyerahkannya seluruh kepada PT Pooling Aset. Akan tetapi, sebagian masih dikuasai oleh pihak ketiga yakni kepolisian.
Dimana saat ini kepolisian melakukan penahanan terhadap pengurus koperasi. Aset-aset yang seharusnya dapat diupayakan untuk melaksanakan perjanjian perdamaian ternyata diblokir dan disita oleh pihak kepolisian.
Ferdie menuturkan KIMU yang telah memberikan penjelasan kepada polisi tidak mendapatkan tanggapan. Perkara yang seharusnya dalam ranah hukum niaga justru dibelokkan menjadi pidana. Dia berpendapat kliennya masih mempunyai iktikad baik berupa pembayaran sebesar 0,3% dari total utang kepada seluruh kreditur. Komunikasi baik juga terus dilakukan dengan KIMU sebagai perwakilan dari kreditur.
Kliennya juga membantah telah melakukan penguasaan maupun pengelolaan aset diluar konteks perjanjian perdamaian. Penjualan aset sebagian besar dilakukan oleh pihak bank selaku kreditur pemegang hak jaminan kebendaan atau separatis.
Dengan begitu dalam petitumnya, ia meminta kepada majelis hakim untuk menerima eksepsinya dan menolak gugatan penggugat untuk seluruhnya.
Sementara itu salah satu penggugat Riza Rahmat mengatakan, jawaban KCKG seakan mengada-ada. Ia bilang, pihaknya berhak untuk mengajukan gugatan pembatalan perdamaian.
"Saya dan bu Irene merupakan kreditur, dalam UU Kepailitan dan PKPU juga sudah dijelaskan dengan terang kalau yang kreditur berhak mengajukan pembatalan perdamaian," tegasnya kepada KONTAN, Kamis (11/8).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News