Reporter: Asep Munazat Zatnika | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Lambatnya proses penerimaan fasilitas pengurangan pajak penghasilan (PPh) badan atawa tax holiday mulai dikeluhkan pengusaha. Lihat saja, hingga kini, pemerintah baru memberikan insentif tersebut kepada empat perusahaan, yakni PT Unilever Oleochemical Indonesia, PT Petrokimia Butadine Indonesia, PT Energi Sejahtera Mas, dan PT Ogan Komering Ilir Pulp & Paper Mills.
Desakan dari pengusaha pun mulai berdatangan. Diantaranya PT Chandra Asri Petrochemichal Tbk telah bertemu Presiden Joko Widodo dan meminta percepatan proses tax holiday, kemarin (4/9). Chandra Asri menilai, pemerintah masih terlalu lama dalam memproses pengajuan.
Adapun perusahaan milik grup Chandra Asri yang tengah menunggu restu pemerintah untuk mendapatkan tax holiday adalah PT Synthetic Rubber Indonesia. Perusahaan ini sudah mengantri sejak tahun 2013 lalu. "Kami sampaikan supaya Presiden mendorongnya," ujar Human Resources and Corporate Administration Chandra Asri, Suryandi, Jumat (4/9).
Asal tahu saja, Chandra Asri menguasai 45% saham di Synthetic Rubber melalui anak usahanya PT Styrindo Mono Indonesia. Lantas, 55% saham lainnya milik Compagnie Financiere Du Groupe Michelin (Michelin). Nah, produsen ban asal Perancis tersebut juga menginginkan adanya insentif karena investasi yang akan dilakukan di Indonesia tergolong besar dan merupakan salah satu industri pionir.
Synthetic Rubber memang tengah melakukan pengembangan pabrik karet sintetis. Paling tidak, ada dua rencana ekspansi yang tengah digodok. Pertama, pembangunan pabrik yang direncanakan untuk memproduksi 80.000 ton styrene butadiene rubber per tahun dan 40.000 ton poly butadiene rubber per tahun. Lokasi pabrik itu di Cilegon.
Nilai investasi pembangunan pabrik itu US$ 350 juta. Pabrik yang mulai dibangun awal tahun ini tersebut, diharapkan beroperasi awal 2018. Kedua, merambah produksi berupa naphta cracker di pabrik Cilegon yang sudah berdiri. Nilai investasi ekspansi tersebut US$ 380 juta.
Ekspansi ke bisnis naphta cracker direncanakan akan terealisasi di Januari 2016. Pasca realisasi produksi naphta cracker, kapasitas produksi petrokimia hulu Chandara Asri rata-rata akan meningkat sebesar 43%. Antara lain produksi etilena yang saat ini 600.000 ton per tahun akan menjadi 860.000 ton per tahun.
Selain itu produksi propilena akan membesar dari 320.000 ton per tahun, menjadi 470.000 ton per tahun. Tidak hanya itu, produksi mixed C4 Chandra Asri yang tadinya 220.000 ton per tahun menjadi 315.000 ton per tahun. Lantas, produksi py-gas menjadi 400.000 ton per tahun dari 280.000 ton per tahun.
Tetap ekspansi
Walaupun tak kunjung mendapatkan kepastian akan tax holiday, Chandra Asri tetap melanjutkan rencana ekspansinya tersebut. Pengembangan dilakukan sambil berharap agar pemerintah segera merealisasikan insentif tersebut.
Sementara itu, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Franky Sibarani bilang, proses pemberian tax holiday dari Chandra Asri masih dibahas di Kementerian Keuangan. Franky menyebut pembahasannya segera selesai. Selain Synthentic, ada 10 perusahaan lainnya yang mengantri mendapatkan penghapusan PPh itu.
Franky melihat, dari sisi persyaratan, cucu usaha Chandra Asri tersebut sudah masuk kategori yang bisa mendapatkan insentif. Karena dengan pengembangan karet sintetis, produknya bisa mendorong industri dalam negeri berkembang. Ke depan, perusahaan ini juga dapat memproduksi ban ramah lingkungan. "Tinggal menunggu waktu sebentar lagi," katanya.
Ekonom yang juga Direktur Institut for Development of Economic and Finance (INDEF) Enny Srihartati menilai, pengembangan industri karet sintetis memang harus dilakukan. Sebab, industri ini terkait dengan pengembangan produk turunan untuk meningkatkan nilai tambah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News