Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
Tahun 2017, ketika Presiden Jokowi berkunjung ke Maluku, sempat menyinggung soal kebun bibit. Presiden Jokowi juga meminta membuatnya di Maluku.
“Saya ingin menggarisbawahi mengapa saya tertarik dengan trembesi. Ketika bertugas di Paspampres mulai tahun 2001 dari era kepemimpinan Presiden Gus Dur, Ibu Megawati, hingga Bapak SBY, saya banyak berkunjung ke berbagai daerah. Saya amati, di sekitar bangunan pemerintah peninggalan Belanda, setidaknya ada tiga jenis pohon yaitu: Trembesi, Asam, dan Beringin,” jelasnya.
Diperkuat dengan hasil penelitian Dr. Endes N. Dahlan, Dosen Fakultas Kehutanan IPB, yang mengatakan bahwa pohon Trembesi adalah penyerap polutan terbaik. Satu pohon Trembesi yang lebar kanopinya telah mencapai 15 m, mampu menyerap polutan atau gas CO2 sebanyak 28,5 ton per tahun.
Pohon ini termasuk jenis tanaman “die hard”. Dapat tumbuh di tempat yang tandus dan di tempat yang lembab atau basah, di daerah tropis yang tumbuh hingga ketinggian 600 meter diatas permukaan laut. Oleh sebab itu sangat cocok untuk penghijauan kota.
Baca Juga: Anggota Komisi XI DPR sebut pemerintah telah siapkan anggaran penanganan pandemi
Selain Trembesi, Doni juga membudidayakan pohon endemik langka Indonesia lainnya seperti Ulin, Eboni, Torem, Palaka, Rao, Cendana, dan Pule yang sudah sulit ditemukan.
“Pohon Palaka saya jumpai di Maluku. Usia pohonnya diperkirakan 400 tahun, dengan keliling banir sekitar 30 rentang tangan orang dewasa, dan ketinggiannya mencapai 40 meter,” katanya.
Demikian juga Pule yang ditemukan di Markas Lantamal Ambon. Diameter batangnya lebih dari 3 meter. Dengan ketinggian sekitar 30 meter.
“Pohon ini mungkin menjadi salah satu saksi sejarah kejadian gempa dan tsunami yang melanda Ambon pada tahun 1674 sesuai dengan tulisan Rumphius,” pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News