Reporter: Bidara Pink | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Center of Economic and Law Studies (CELIOS) menilai, asumsi dasar ekonomi makro dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022 terlalu over optimistis.
Ini terlihat dari beberapa asumsi dasar ekonomi makro yang bergerak tidak sesuai dengan patokan, seperti inflasi dan nilai tukar rupiah.
Adapun pemerintah menetapkan asumsi inflasi pada tahun 2022 berada di kisaran 4% YoY hingga 4,8% YoY. Sementara inflasi hingga November 2022, sudah mencapai 5,42% YoY atau 4,82% YtD.
Baca Juga: Ekonom Ini Ingatkan Dampak Jangka Panjang Jika Perbesar APBN untuk Bangun IKN
Sedangkan nilai tukar rupiah diperkirakan bergerak di level Rp 14.500 hingga Rp 14.900 per dolar AS. Namun, pada pembukaan perdagangan pada hari ini, rupiah dibuka di level Rp 15.650 per dolar AS.
“APBN 2022 pada awlnya terlalu optimistis. Karena berharap setelah pandemi reda pemulihan akan tinggi, padahal konsumsi rumah tangga terdampak oleh kenaikan inflasi,” tegas Direktur Eksekutif CELIOS Bhima Yudhistira kepada Kontan.co.id, Selasa (13/12).
Bhima berpesan, seharusnya pemerintah lebih hati-hati dalam menyusun asumsi dasar ekonomi makro pada tahun 2023. Mengingat ketidakpastian masih tinggi.
Bhima bahkan sudah melihat ada beberapa asumsi dasar ekonomi makro 2023 yang harus diganti karena sudah tak relevan dengan kondisi terkini.
Seperti, pertumbuhan ekonomi yang diasumsikan mencapai 5,3% yoy dalam APBN 2023, baiknya diubah menjadi kisaran 4,3% YoY hingga 4,8% YoY. Ini seiring tekanan dari global.
Kemudian inflasi. Pemerintah menetapkan asumsi inflasi tahun depan di level 3,6% YoY. Sedangkan Bhima melihat ada potensi inflasi masih berada di kisaran 5,5% YoY pada tahun depan.
Untuk nilai tukar rupiah, pemerintah mematok asumsi di kisaran Rp 14.800 per dolar AS. Sedangkan Bhima meyakini rupiah bergerak di kisaran Rp 15.800 per dolar AS hingga Rp 16.000 per dolar AS pada tahun 2023.
Baca Juga: Belanja Negara Bakal Meleset dari Target
Sedangkan asumsi harga minyak mentah Indonesia (ICP) 2023 sebesar US$ 90 per barel. Kalau Bhima melihat, baiknya asumsi ICP dibuat berada dikisaran US$ 95 hingga US$ 100 per barel.
“Ini untuk mengantisipasi volatilitas harga minyak mentah karena faktor pasokan dan antisipasi pelebaran subsidi energi,” tandas Bhima.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News