kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Cegah krisis, RUU JPSK harus diprioritaskan


Selasa, 01 September 2015 / 19:16 WIB
Cegah krisis, RUU JPSK harus diprioritaskan


Reporter: Muhammad Yazid | Editor: Adi Wikanto

JAKARTA. Rancangan UU Jaring pengaman Sistem Keuangan (JPSK) tampaknya sudah mendesak untuk segera diterbitkan.

Pasalnya, sampai saat ini belum ada payung hukum terkait penanggulangan krisis setelah dicabutnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 4 Tahun 2008 tentang JPSK.

Kondisi perekonomian di luar negeri seperti anjloknya perekonomian Yunani, jatuhnya bursa di China, hingga kisruh politik di Malaysia seharusnya menjadi peringatan bagi pemerintah untuk segera bersiap-siap menyiapkan payung hukum penanggulangan krisis.

Dengan demikian, institusi yang menjaga stabilitas sistem keuangan di Tanah Air ada seperti Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Lembaga Penjamin Simpanan, dan Otoritas Jasa Keuangan punya landasan untuk menetapkan kriteria krisis.

RUU JPSK juga diharapkan bisa menjadi penghubung keempat lembaga tersebut untuk bersikap objektif untuk menanggulangi krisis.

"Harus ada atuaran bagaimana tidak situasi normal, serta tindakan-tindakan yang harus dilakukan," kata Doddy arifianto, Ekonom Lembaga Penjaminan Simpanan, Selasa (1/9).

Ia berharap, pembahasan RUU JPSK yang akan digelar Komisi XI DPR RI dan pemerintah tersebut tidak terkatung-katung. Sehingga, RUU tersebut bisa segera efektif dan dapat menjadi pijakan kuat bagi untuk mengambil kebijakan.

Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang beranggotakan empat institusi tersebut akan lebih kuat kewenangannya apabila diatur dalam RUU JPSK.

"Saya pikir harus tetap ada, entah namanya forum atau komite, yang penting berfungsi untuk menyelaraskan masing-masing tugas institusi disaat krisis," kata Doddy.

Ia juga menyambut positif dimulainya kembali pembahasan RUU JPSK. Apalagi, pemerintah menargetkan calon beleid tersebut bisa diterbitkan September ini.

Juniman, Kepala Ekonom BII mengatakan, kehadiran RUU JPSK tidaknya akan memberi rasa aman bagi pemangku kebijakan dalam bertindak, namun juga akan memberikan rasa aman bagi investor.

"Harus belajar dari pengalaman ketika penanganan Bank Century, protokoler kebijakan sangat dibutuhkan, misalnya krisis A bagaimana dan cara penanganannya bagaimana, kemudian krisis B seperti apa," ujarnya.

Fadel Muhammad, Ketua Komisi XI DPR RI mengatakan, pembahasan RUU JPSK merupakan prioriotas yang akan diselesaikan.

Pihaknya optimistis pembahasan calon UU pengaman sistem keuangan akan berlangsung cepat dan bisa dirampungkan pada Oktober mendatang.

"Rabu (2/9) ini pihaknya akan menggelar rapat pembahasan dengan pemerintah, Insya Allah Oktober bisa selesai," kata Fadel. Rencananya, agenda rapat tersebut akan mendengarkan pendapat fraksi terhadap darf RUU yang diajukan pemerintah.

Anggota Komisi XI dari Fraksi PDI-P Hendrawan Supratikno mengatakan, terdapat tiga klausul yang akan menjadi pembahasan utama dalam draf RUU JPSK. Pertama, kewajiban pemerintah untuk meminta persetujuan DPR RI terkait langkah strategis yang rawan moral hazard atawa aji mumpung.

Kedua, pembahasan hak imunitas bagi para pengambil kebijakan. Ketiga, "Penetapan kriteria bank yang berdampak sistemik," kata Hendrawan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×