Reporter: Bidara Pink | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Wabah virus corona yang masih berlangsung bakal membawa dampak pada perekonomian dunia, termasuk Indonesia. Wabah dari China ini salah satunya menggerogoti perdagangan Indonesia. Apalagi, seperti yang diketahui, negara tirai bambu ini merupakan negara mitra dagang terbesar Indonesia baik dari sisi ekspor dan impor.
Dengan melihat hal ini, Bank UOB memandang bahwa efek virus corona terhadap perdagangan tentu bisa memangkas pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini. Bahkan, Bank UOB memprediksi pertumbuhan ekonomi mampu terkoreksi 0,1% - 0,2% bila wabah virus berlangsung hingga semester I-2020.
"Kalau lebih dari enam bulan, maka dampaknya akan lebih buruk lagi," terang Ekonom Bank UOB kepada Kontan.co.id, Selasa (25/2).
Baca Juga: Sempat menguat, dolar Australia kembali melemah terhadap yen
Meski begitu, Bank UOB memandang bahwa Indonesia masih bisa meminimalisir dampak negatif dari wabah ini ke perdagangan. Menurut mereka, salah satu hal yang bisa dilakukan Indonesia adalah dengan melakukan diversifikasi negara tujuan ekspor maupun impor. Terutama, ke negara-negara yang tidak terkena atau minim dampak dari paparan virus ini.
Dari sisi ekspor, Bank UOB melihat bahwa Indonesia mammu membidik negara-negara selain China yang masuk ke dalam lima besar negara tujuan ekspor terbesar. Sementara dari sisi komoditas, Indonesia masih bisa berharap pada komoditas batubara dan minyak bumi.
Ia pun mengambil contoh bahwa Indonesia mampu mengalihkan ekspor kedua komoditas tersebut kepada Korea Selatan. Apalagi, Indonesia dan Korea Selatan telah memiliki perjanjian perdagangan atau Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) yang membuka akses perdagangan Indonesia ke negara tersebut.
Baca Juga: Menko luhut sebut virus corona hambat sejumlah proyek di Indonesia
Selain itu, negara yang dipandang mampu menjadi negara tujuan ekspor selanjutnya adalah Amerika Serikat yang merupakan negara tujuan ekspor terbesar kedua Indonesia setelah negara China.
Selanjutnya, ada juga negara Taiwan dengan memanfaatkan adanya perjanjian kerjasama bilateral antara Indonesia dan negara tersebut lewat Indonesia-Taiwan Economic Cooperation Agreement (ECA).
Lebih lanjut, Enrico memandang bahwa Indonesia masih bisa menembus pasar negara Uni Eropa seperti Italia, Spanyol, dan Belanda. Peluang ini hadir seiring dengan Indonesia yang masih dalam tahap negosiasi untuk perjanjian berdagangan Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (I-EU CEPA).
Baca Juga: Jokowi akan umumkan insentif peredam dampak negatif virus corona hari ini
Sementara dari sisi impor, Enrico melihat bahwa Indonesia masih bisa mengandalkan impor dari negara lain seperti Australia, Amerika Serikat, India, dan Selandia Baru untuk makanan-makanan berprotein dan hewan hidup.
Sebagai tambahan informasi, berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), komoditas yang paling banyak diekspor Indonesia ke China di sepanjang tahun 2019 adalah bahan bakar mineral dengan nilai US$ 6,22 miliar, lemak dan minyak hewan/nabati dengan nilai US$ US$ 3,63 miliar, serta besi dan baja dengan nilai US$ 3,12 miliar.
Baca Juga: Simak rekomendasi untuk saham emiten pertambangan
Sementara barang yang banyak diimpor dari China oleh Indonesia di sepanjang tahun lalu adalah barang modal seperti mesin dan peralatan mekanis dengan nilai mencapai US$ 10,67 miliar, mesin dan perlengkapan elektrik dengan nilai US$ 9,21 miliar, serta besi dan baja senilai US$ 2,1 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News