Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Yudho Winarto
“Sehingga tadi asumsinya kalau 5% saja potensi kebocoran sudah 4 triliun, kalau 10% seperti hasil penindakan 2017 sudah hampir 10 triliun. Akhirnya kalau kita lihat ini pasti mempengaruhi target penerimaan cukai,” jelasnya.
Baca Juga: Faisal Basri: Banyak pabrik rokok yang mempertahankan produksinya di golongan bawah
Ketua umum Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (DPN APTI), Agus Parmuji menegaskan, kebijakan kenaikan cukai berdampak pada volume rokok turun. Akibatnya penyerapan tembakau turun. Turunnya penyerapan tembakau sangat dirasakan petani.
Merujuk data resmi DPN APTI, kenaikan cukai tahun 2019, menyebabkan serapan bahan baku (tembakau) lokal sangat merosot tajam sehingga ekonomi petani babak belur. Tahun 2020, di masa pandemi, pemerintah justru membuat aturan yang menghantam petani tembakau.
“Kenaikan cukai 2020, kami tidak bisa memberikan masukan pada pemerintah secara langsung (tatap muka). Kami mau unjuk rasa dihadang. Berkirim surat tidak mempan. Kemudian, visit government juga tidak mempan. Makanya petani itu kadang dari desa ke Jakarta tapi satu tahun ini tidak bisa, sehingga ini dimanfaatkan oleh penentu kebijakan untuk membuat aturan yang tidak pro dengan keadaan pertanian tembakau,” ungkap Agus.
DPN APTI berharap, tahun 2021 ini pemerintah memiliki itikad baik (good will) untuk merumuskan formula kebijakan yang memayungi para pelaku pertembakauan, yakni petani, dan pelaku industri nasional.
“Ini adalah perang ekonomi dan perdagangan, korbannya adalah rakyat pertembakauan. Untuk mengakhiri perang ini, kita harus bersatu, orang-orang yang berdaulat dan tahu kemanusiaan ini dituntut untuk memiliki rasa kemanusiaan untuk menolong penjajahan kemanusiaan ini,” tukasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News