kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   20,00   0,12%
  • IDX 7.096   112,58   1,61%
  • KOMPAS100 1.062   21,87   2,10%
  • LQ45 836   18,74   2,29%
  • ISSI 214   2,12   1,00%
  • IDX30 427   10,60   2,55%
  • IDXHIDIV20 514   11,54   2,30%
  • IDX80 121   2,56   2,16%
  • IDXV30 125   1,25   1,01%
  • IDXQ30 142   3,33   2,39%

Buruh Harapkan Besaran Kenaikan Upah Minimum Tahun 2023 Lebih Tinggi dari Inflasi


Senin, 18 Juli 2022 / 11:53 WIB
Buruh Harapkan Besaran Kenaikan Upah Minimum Tahun 2023 Lebih Tinggi dari Inflasi
ILUSTRASI. Buruh Harapkan Kenaikan Upah Minimum Tahun 2023 Lebih Tinggi dari Inflasi. ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/foc.


Reporter: Ratih Waseso | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pekerja/Buruh berharap kenaikan upah minimum (UM) tahun 2023 dapat lebih tinggi dari inflasi. Pasalnya tahun ini kenaikan upah minimum masih di bawah dari inflasi, dimana rata-rata kenaikannya yakni 1,09%.

Sekjen Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar mengatakan, meski Indonesia termasuk negara beruntung dengan tingkat inflasinya masih di bawah produk domestik bruto (PDB), dibandingkan negara lain seperti Turki, Italia dan Korea Selatan.

Namun Ia menambahkan, tingkat inflasi Indonesia terus mengalami peningkatan karena faktor internal dan eksternal, dimana periode Januari-Juni 2022 sebesar 3,19% dan tingkat inflasi year on year periode Juni 2022 sebesar 4,35%.

Baca Juga: Soal Dampak Kenaikan Inflasi Terhadap Pekerja, Begini Kata Apindo

"Inflasi Indonesia yang mencapai 4% lebih di 2022 tersebut menggerus upah buruh yang naik rata-rata 1,09%. Kenaikan UMP DKI 5,1% pun dianulir Hakim PTTUN, sepertinya hakim tidak membaca kondisi inflasi Indonesia. Kalau Pasal 26 PP 36 tahun 2015 masih dipakai sebagai perhitungan kenaikan UM 2023 maka kembali upah buruh akan tergerus. GDP yang lebih baik dari inflasi di Indonesia hanya menyisakan tergerusnya upah buruh, GDP tidak memberi nilai tambah bagi daya beli buruh," kata Timboel, Minggu (17/7).

Oleh sebab itu, Pemerintah seharusnya memperbaiki daya beli buruh sehingga konsumsi agregat masyarakat meningkat, bukan justru menekan daya beli buruh.

Hal ini penting karena pertumbuhan ekonomi 52% dikontribusikan dari konsumsi masyarakat. Maka OPSI menilai, pemerintah seharusnya mendukung daya beli pekerja yang sudah tergerus inflasi.

Meski demikian, Timboel mengakui jika saat ini sulit menaikkan upah sesuai PDB, lantaran kenaikan UM 2022 menggunakan pasal 26 Peraturan Pemerintah (PP) No 36/2021 ditambah putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN).

Baca Juga: Kisruh UMP Jakarta Bikin Panas Hubungan Industrial

Ia berharap, tergerusnya UM 2022 bisa dievaluasi sehingga kenaikan UM 2023 bisa lebih dari tingkat inflasi. "Untuk kenaikan UM 2023 Pemerintah mau merevisi rumus kenaikan UM yang ada di pasal 26 PP 36/2021 dengan mengembalikan rumus kenaikan UM sesuai PP 78/2015 tapi berdasarkan PDRB propinsi dan inflasi per propinsi," kata Timboel.

Untuk mendukung daya beli buruh yang sudah tergerus inflasi, pemerintah perlu segera merealisasikan Bantuan Subsidi Upah (BSU) 2022.

Kemudian tahun depan, jika kenaikan upah masih tak jauh berbeda dari kondisi tahun ini, OPSI berharap BSU dapat dilanjutkan di 2023. Hal ini untuk mengantisipasi kondisi global yang kemungkinan belum pulih di tahun depan.

"Langkah lainnya yang bisa dilakukan Pemerintah adalah lakukan operasi pasar untuk para pekerja di kawasan-kawasan industri dan lokasi kerja lainnya. Ajak para pengusaha untuk mendukung operasi pasar ini dengan anggaran CSR," ungkapnya.

Baca Juga: Kecewa Putusan PTUN, Buruh Tetap Minta Pengusaha Bayar UMP dengan Kenaikan 5,1%

Sementara, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) berharap, kenaikan upah tahun depan minimal dapat sebesar inflasi. Tak seperti tahun ini yang justru lebih kecil dari inflasi.

"Buruh meminta kenaikan UMK 2023 paling kecil itu sebesar inflasi plus pertumbuhan ekonomi," kata Presiden KSPI Said Iqbal.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×