kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.505.000   -15.000   -0,99%
  • USD/IDR 16.295   -200,00   -1,24%
  • IDX 6.961   -146,45   -2,06%
  • KOMPAS100 1.039   -24,80   -2,33%
  • LQ45 816   -17,43   -2,09%
  • ISSI 212   -4,24   -1,96%
  • IDX30 417   -9,71   -2,28%
  • IDXHIDIV20 503   -10,10   -1,97%
  • IDX80 118   -2,73   -2,25%
  • IDXV30 125   -2,34   -1,85%
  • IDXQ30 139   -2,65   -1,87%

Bursa Karbon Segera Meluncur, Ini Catatan dari Pengamat


Kamis, 24 Agustus 2023 / 07:00 WIB
Bursa Karbon Segera Meluncur, Ini Catatan dari Pengamat


Reporter: Nindita Nisditia | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah segera meluncurkan bursa karbon pada September 2023. Pengamat mengatakan, masih ada persoalan yang harus pemerintah cermati terkait perusahaan ideal yang akan menjadi penyelenggara bursa karbon.

Pakar Investasi dan Sustainability Rio Christiawan mengatakan, persoalan yang dimaksud salah satunya adalah terbatasnya jumlah perusahaan pemilik sertifikat penurunan emisi yang terdaftar dalam sistem registrasi nasional, sehingga berimplikasi pada terbatasnya perdagangan karbon melalui bursa.

Rio menyebut, sertifikat penurunan emisi di mana secara internasional dikenal dengan nama verified carbon unit (VCU) yang secara legal dapat dialihkan melalui verified carbon unit purchase agreement (VCUPA) atau Emision Reduction Purchase Agreement (ERPA), merupakan dasar perdagangan karbon melalui bursa karbon.

Pernyataan tersebut sebagaimana yang tertuang dalam Undang-undang (UU) Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) yang dikelola oleh OJK.

Baca Juga: Menangkap Potensi Cuan dari Transaksi Karbon di Bursa Karbon Indonesia

Adapun sertifikat penurunan emisi yang dapat diperdagangkan melalui bursa dapat diperoleh melalui berbagai mekanisme, misalnya melalui Forestry and Other Land Use (FOLU), Agriculture, Forestry and Other Land Use (AFOLU), hingga Clean Develop Mechanism (CDM) yang sudah terdapat dalam sistem registrasi nasional.

"Indonesia perlu belajar dari berdirinya KETS di bursa karbon Korea Selatan yang pada akhirnya hanya dibuka dua hari dalam seminggu dengan jam perdagangan terbatas karena masih sangat terbatasnya jumlah karbon yang diperdagangkan melalui bursa," terang Rio kepada Kontan.co.id, Rabu (23/8).

Rio melihat, South Korea's Emissions Trading Scheme (KETS) pada akhirnya tidak optimal dalam perdagangan karbon melalui bursa karena rendahnya volume perdagangan, sehingga tidak mampu membentuk harga acuan karbon sebagai komoditas.

Sebelum memastikan membuka bursa karbon, karenanya Rio mengibau pemerintah perlu memastikan jumlah karbon yang tersedia pada masing masing sertifikat penurunan emisi yang telah diterbitkan dengan dikurangi jumlah yang diotorisasi bagi perdagangan non bursa.

Selain itu, dia juga menyarankan pemerintah untuk aktif mengadakan koordinasi antar instansi dalam pembukaan bursa.

Baca Juga: Tertarik Jadi Penyelenggara Bursa Karbon? Ini Persyaratannya

Misalnya, diadakan koordinasi antara OJK dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sebagai instansi penerbit sertifikat penurunan emisi dan instansi yang menerbitkan otorisasi perdagangan karbon.

Sebagai informasi, acuan bagi perusahaan-perusahaan yang ingin menjadi penyelenggara bursa karbon telah diterbitkan dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 14 Tahun 2023 tentang Perdagangan Karbon melalui Bursa Karbon.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×