Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menyatakan Bupati Biak Numfor nonaktif, Yesaya Sombuk terbukti berinisiatif meminta dan menerima suap dari Direktur Utama PT Papua Indah Perkasa, Teddy Renyut terkait pembangunan proyek Tanggul Laut di Biak Numfor, Papua. Proyek tersebut diusulkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2014 pada Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT).
Yesaya divonis dengan hukuman pidana selama empat tahun enam bulan penjara dan denda Rp 200 juta subsidair empat bulan kurungan.
"Menyatakan terdakwa Yesaya Sombuk terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama," kata Ketua Majelis Hakim Artha Theresia saat membacakan amar putusan Yesaya di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (29/10).
Namun, majelis hakim menolak pidana tambahan berupa pencabutan hak-hak politik Yesaya, sebagaimana tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dalam uraiannya, Hakim Anggota Made Hendra mengungkapkan, masyarakat berhak menentukan pilihan kepala daerahnya.
Hal-hal yang memberatkan Yesaya yakni Yesaya dinilai tidak mendukung program pemerintah yang sedang menggalakkan pemberantasan korupsi, berinisiatif dan aktif meminta uang kepada Teddy Renyut, serta gagal memberikan suri tauladan kepada masyarakat Biak Numfor apalagi Yesaya pernah menjadi guru.
Sementara hal-hal yang meringankan, yakni mengaku terus terang dan menyesali perbuatannya, belum pernah dihukum, dan merupakan tulang punggung keluarga.
Yesaya terbukti berinisiatif, meminta, dan menerima suap dari Teddy dengan total sebesar SG$ 100.000 yang diberikan secara bertahap. Adapun permintaan uang tersebut dilakukan untuk menutupi utang akibat biaya yang dikeluarkan saat Pilkada Biak Numfor. Sebagai imbalannya, Yesaya menjanjikan proyek tanggul laut di Biak Numfor yang diusulkan tersebut, dikerjakan oleh perusahaan Teddy.
Adapun pemberian pertama dilakukan pada 11 Juni 2014 sebesar SG$ 63.000 atau setara Rp 600 juta di Hotel Acacia, Jakarta, secara langsung dari Teddy kepada Yesaya. Sementara pemberian kedua, terjadi pada tanggal 16 Juni 2014 sebesar SG$ 37.000 atau serata dengan Rp 350 juta di hotel yang sama.
Yesaya terbukti melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 64 ayat 1 KUHPidana.
Adapun vonis hakim tersebut lebih ringan dari tuntutan JPU pada KPK. Sebelumnya, JPU menuntut Yesaya dengan hukuman enam tahun penjara denda sebesar Rp 250 juta subsidair lima bulan kurungan.
Menanggapi vonis majelis hakim tersebut, Yesaya mengaku akan menggunakan masa pikir-pikir untuk memutuskan akan mengajukan banding atau tidak. Sama halnya dengan Yesaya, JPU juga masih pikir-pikir untuk mengajukan banding atau tidak.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News