kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

BPS: Inflasi April Bisa Tinggi Dipicu Sejumlah Faktor, Termasuk Kenaikan BBM dan PPN


Jumat, 08 April 2022 / 07:50 WIB
BPS: Inflasi April Bisa Tinggi Dipicu Sejumlah Faktor, Termasuk Kenaikan BBM dan PPN
ILUSTRASI. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Margo Yuwono.


Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Pusat Statistik (BPS) menyampaikan pada April ini inflasi diperkirakan bakal meningkat karena dipicu oleh beberapa hal yang berpotensi akan mengerek inflasi.

“Ada demand yang polanya meningkat di bulan puasa atau Lebaran sedangkan di sisi lain ada kebijakan pemerintah yang berpotensi untuk terjadinya inflasi. April ini dugaan saya tinggi (inflasi), karena ada banyak tekanan dari faktor eksternal,” jelas Kepala BPS Margo Yuwono dalam keterangan tertulis, Kamis (7/4).

Momentum bulan puasa dan menjelang Idul Fitri turut mendorong permintaan beberapa bahan pokok. BPS sendiri mencatat terdapat peningkatan harga pada cabai merah, minyak goreng, dan telur ayam ras di Maret. 

Kemudian, bahan bakar rumah tangga dan emas perhiasan juga menjadi beberapa komoditas yang menyumbang inflasi.

Ditambah lagi dari sisi kebijakan, pemerintah telah mengeluarkan beberapa kebijakan yang berpotensi meningkatkan inflasi sejak Januari lalu. Kebijakan tersebut antara lain adalah penyesuaian harga LPG pada 27 Februari 2022. 

Penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertamax per 1 April 2022, dan penyesuaian PPN menjadi 11% di 1 April 2022. Hal ini turut mendorong tingkat inflasi di bulan April ini. Bahkan tak menutup kemungkinan inflasi hingga akhir tahun juga ikut terdampak.

Baca Juga: BPS Sebut Kenaikan PPN Berpotensi Besar Kerek Inflasi pada April 2022

Margo mengatakan, potensi peningkatan inflasi yang tinggi harus segera diantisipasi. Menurutnya ada beberapa dampak dan bahaya yang bisa timbul dari peningkatan inflasi yang tidak terkendali. Pertama adalah dampak pada penurunan daya beli masyarakat. 

Konsumsi rumah tangga saat ini memiliki share terbesar dari total PDB Indonesia. Hal ini tentu dikhawatirkan akan menghambat pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tengah masuk masa pemulihan.

Kedua, inflasi yang tinggi di bahan pangan akan membebani masyarakat menengah bawah. Ketiga, inflasi yang tidak terkendali dalam jangka panjang akan menambah angka kemiskinan yang ada. 

Apalagi sebuah lembaga yakni Lembaga Riset Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) memprediksikan tingkat kemiskinan Indonesia pada 2022 berpotensi melonjak menjadi 10,81% atau setara 29,3 juta penduduk.

Keempat, inflasi tinggi akan menganggu kinerja mitra dagang yang akhirnya mengurangi output perekonomian. Hal ini disebabkan oleh bertambahnya beban biaya produksi. Kelima dan terakhir adalah berkurangnya output perekonomian akan berdampak pada pengurangan tenaga kerja yang akan menambah tingkat pengangguran.

Untuk itu, kelima dampak ini harus bida dihindari sebisa mungkin dengan menjaga angka inflasi tetap stabil. “Tentu saja kita tidak ingin inflasi ini berlanjut karena dampaknya bisa meluas kemana-mana,” ucap Margo.

Ketua Badan Supervisi Bank Indonesia (BSBI), Muhammad Edhie Purnawan menghimbau pemerintah Indonesia untuk bisa mewaspadai hal tersebut. Dirinya menyarankan agar koordinasi antara regulator seperti Bank Indonesia dan Pemerintah perlu ditingkatkan untuk menjaga laju inflasi hingga akhir 2022. 

Apalagi, ada kekhawatiran kenaikan harga-harga yang terjadi belakangan ini seperti BBM hingga minyak goreng bisa memicu inflasi 2022 lebih tinggi dari perkiraan Pemerintah yang dipatok sebesar 3,0%.

Baca Juga: Ekonom MNC Sekuritas Ingatkan Potensi Inflasi yang Lebih Tinggi pada 2022

"Inflasi is everyday is everywhere. Persoalan harga-harga yang meningkat, persoalan macam-macam termasuk seperti persoalan pandemi. Inflasi itu sama seperti perampok, mematikan. Jadi kita sebagai bangsa Indonesia harus mempersiapkan untuk mengantisipasi hal-hal ini," tambahnya.

Edhie menyatakan dari sisi eksternal, perang Rusia-Ukraina telah membuat banyak pihak cemas akan kondisi perekonomian global. Invasi Rusia ke Ukraina juga semakin membuat rumit kondisi inflasi dan kenaikan harga komoditas secara global.

Tercatat, Inflasi Eropa naik mencapai 7,5% per Maret 2022, atau lebih tinggi dari bulan sebelumnya yang tercatat di angka 5,9%.

Inflasi global yang dipicu oleh perang Rusia-Ukraina ini harus bisa diantisipasi oleh setiap negara. Pasalnya, inflasi global yang terjadi saat ini diprediksi masih panjang selama perang kedua negara tersebut masih berlangsung.

"Inflasi ini adalah situasi ekonomi yang saya kira akan lama selesainya baik ditingkat global maupun di Indonesia juga. Saya kira semuanya tahu penyebab inflasi pertama demand dan supply, kali ini ditambah dengan perang Rusia-Ukraina," jelasnya.

Asal tahu saja, BPS mencatat, menjelang ramadhan Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Maret 2022 mengalami inflasi sebesar 0,66% secara bulanan atau month to month (mtm).

Menurut BPS, inflasi Maret 2022 merupakan tertinggi sejak Mei 2019. Sedangkan secara tahunan, inflasi pada Maret 2022 mencapai 2,64% year on year (yoy) dan secara tahun berjalan mencapai 1,20% year to date (ytd).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×