Reporter: Adi Wikanto | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengklaim selalu menemukan adanya kerugian saat audit penggunaan anggaran negara ataupun daerah. BPK juga tak bosan memberikan rekomendasi agar kerugian negara dan daerah bisa dikembalikan.
Sayang, rekomendasi BPK bagaikan angin lalu. Walhasil pengembalian aset negara dan daerah belum sebanding dengan hasil temuan.
Wakil Ketua BPK, Hasan Bisri mengungkapkan, dalam catatan BPK, dari hasil temuan sepanjang 2009-Semester I 2013, pihaknya telah merekomendasikan 193.600 kasus yang berpotensi menimbulkan kerugian Rp 73,28 triliun.
Perinciannya, instansi di pemerintah pusat Rp 41,56 triliun, pemerintah daerah Rp 15,62 triliun, badan usaha milik negara (BUMN) Rp 13,14 triliun. Sisanya lembaga pemerintahan Rp 2,97 triliun.
Sejumlah instansi memang telah menindaklanjuti rekomendasi BPK ini dengan penyetoran dana atau aset ke negara, daerah, perusahaan negara ataupun daerah. Namun, nilai pengembalian aset cuma Rp 15,17 triliun.
Sebagian besar pengembalian dana berasal dari instansi di pemerintah pusat yang sebesar Rp 7,27 triliun. Lalu pengembalian di pemerintah daerah Rp 3,75 triliun, BUMN Rp 4,14 triliun, dan lembaga pemerintahan lainnya Rp 1,63 miliar. "Memang jumlahnya belum sebanding dengan hasil rekomendasi yang diberikan oleh BPK," terang Hasan Bisri, saat pemaparan ikhtisar hasil pemeriksaan BPK semester I 2013, Kamis (3/10).
Menurut Hasan, BPK tidak bisa berbuat banyak melihat lambatnya pengembalian aset negara/daerah akibat penyalahgunaan anggaran. Namun BPK memastikan, tagihan atas kerugian atau potensi kerugian tersebut akan berlaku selamanya, sampai pihak yang terkait mengembalikan aset kepada negara.
Misalnya BPK menemukan adanya kelebihan suntikan dana subsidi public service obligation (PSO) terhadap 10 BUMN pada 2009-2012 silam. Nilainya lumayan besar mencapai Rp 9,03 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News