Reporter: Ratih Waseso | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. BPJS Kesehatan menyebutkan, masih ada 1,6 juta data penerima bantuan iuran (PBI) yang masih bermasalah validitasnya. BPJS Kesehatan pun akan melakukan cleansing data atau pembersihan data PBI yang bermasalah.
Soal cleansing data PBI ini, Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar menyarankan, ada baiknya dilakukan dengan metode dua arah. Pertama, perlu adanya verifikasi langsung ke tempat tinggal peserta untuk memastikan bahwa mereka memang layak menjadi peserta PBI BPJS Kesehatan.
Kedua, membuka opsi kepada masyarakat untuk melapor bahwa mereka merupakan kategori masyarakat yang miskin yang layak masuk PBI. Verifikasi tersebut dapat dilakukan oleh Kementerian Sosial melalui Dinas Sosial di tiap wilayah.
"Proses ini harusnya dilakukan oleh Dinsos dan Kemensos dengan cleansing data yang dengan metode dua arah. Jadi selain dia datang memeriksa rumahnya, Dinsos/Kemensos juga membuka ruang masyarakat untuk melapor mereka miskin baru nanti dilakukan survei ke mereka," ujar Timboel saat dihubungi Kontan.co.id pada Kamis (18/3).
Baca Juga: Melalui layanan ini, BPJS Kesehatan klaim meningkatkan mutu JKN-KIS
Timboel mengatakan, data PBI yang bermasalah validitasnya merupakan masalah warisan dari data Jamkesmas pada 2014. Namun saat ini yang perlu dilakukan ialah fokus pada cleansing data PBI agar program tersebut dapat tepat sasaran.
"Ini tuh awal 2014 itu kan data dari Jamkesmas yang 86,4 juta orang. Jamkesmas itu kan sekedar kalau mau masuk ayo masuk. Nah ini tuh diadopsi pertama kali di PBI tahun 2014 tetapi proses cleansing-nya enggak langsung dilakukan serius," imbuhnya.
Hingga pada akhirnya sampai 2018 terdapat sekitar 27,4 juta data PBI temuan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang dinilai bermasalah validitasnya.
"Ada orang nggak berhak dapat, ada data yang sudah meninggal, ada yang NIK-nya dua dan sebagainya. Data Jamkesmas dulu itu datanya enggak terlalu bersih, ini tuh warisan. Tapi, sudahlah tidak usah menyalahkan yang dulu tapi bagaimana data ini kita cleansing terus dengan dua metode pendekatan tadi," jelasnya.
Kemudian terkait rencana pemerintah yang akan mempertimbangkan cross check data PBI dengan sumber lain yaitu PLN dan perbankan, Timboel menilai, kurang efektif. Pasalnya jika menggunakan data PLN, ada juga pelanggan PLN dengan meteran 450 watt yang tak masuk kriteria masyarakat miskin.
Sedangkan, jika menggunakan data perbankan dalam cross check data PBI, rata-rata masyarakat miskin justru tidak memiliki akun di perbankan.
Timboel juga menyebut perlu adanya tambahan kuota PBI. Mengingat saat pandemi pastinya angka pengangguran meningkat yang berdampak juga pada tingkat kemiskinan yang naik.
Sebagai informasi, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan, pihaknya mempertimbangkan adanya cross check data dari sumber lain untuk mengatasi permasalahan validitas data PBI BPJS Kesehatan.
"Jadi penerima data base di PBI tapi kalau misalnya meteran PLN-nya 6.600 ya itu kan kayaknya nggak cocok. Atau even harusnya kalau di atas 2.200 harusnya sudah tidak cocok. Itu korelasi seperti itu harusnya bisa dilakukan," jelas Budi.
Selain melakukan cross check data base dengan PLN, dipertimbangkan juga dengan sumber daya lainnya yaitu perbankan. Atau opsi lain bisa juga memanfaatkan cross check data base peserta PBI dengan data limit kredit si peserta di perbankan.
"Informasi rahasia di perbankan itu mengenai dana, kalau informasi kredit itu sudah tidak rahasia, sehingga bisa kita lihat apakah penerima PBI misalnya memiliki limit kartu kredit Rp 10 juta, itukan harusnya tidak cocok. Atau event PBI punya limit kartu kredit Rp 5 juta kan harusnya juga tidak cocok jadi nanti kami akan mencoba melakukan cross checking," kata dia.
Selanjutnya: Menkes pertimbangkan pengecekan silang data PBI BPJS Kesehatan dengan sumber lain
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News