Reporter: Ramadhani Prihatini | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Jaminan bagi setiap pekerja dilindungi dalam Undang-Undang ketenagakerjaan. Namun, kerap kali banyak perusahaan yang belum memberikan tunjangan ketenagakerjaan sesuai dengan ketentuan yang ada.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan sebagai intansi pengelola dana jaminan pekerja di tanah air, merasa belum optimal menarik kepesertaan tenaga kerja. Oleh karena itu, BPJS Ketenagakerjaan tengah melakukan berbagai upaya kerja sama dengan pihak lain.
Salah satu yang diharapkan mampu meningkatkan kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan ialah dengan menggandeng Direktorat Jenderal (Ditjen)Pajak. Jalinan kerjasama antara BPJS Ketenagakerjaan dengan Ditjen Pajak bukan hal yang baru. Sejak 2014, dua institusi ini telah menandatangani kesepakatan bersama terkait pemanfaatan data kepesertaan dan data identitas wajib pajak.
Direktur Perluasan Kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan, E Ilyas Lubis mengatakan, pihaknya tahun ini tengah melakukan pendalaman kerja sama pertukaran data dengan Ditjen Pajak. Jika selama ini, kerja sama pertukaran data hanya di permukaan data umum saja, kata Ilyas, kini pihaknya tengah meminta izin ke Menteri Keuangan dan Ditjen Pajak untuk bisa bertukar data ihwal omset dan jumlah aset perusahaan.
Ilyas bilang, BPJS Ketenagakerjaan telah mengajukan surat permohonan tersebut pada akhir Mei 2017. "Karena harus sama data yang dilaporkan ke BPJS dan pajak, misalnya upah seseorang untuk menghitung PPh 21 harus dilaporkan ke pajak dan ke kami, juga harus dilaporkan ke jaminan sosial dan ini kami crosscheck harus sama," kata Ilyas, Selasa (20/6).
Ilyas menjabarkan, data perusahaan wajib pajak akan di-crosscheck dengan data yang ada di BPJS Ketenagakerjaan. Dengan begitu akan terlihat perusahaan yang tertib melaporkan data dengan benar. Ia bilang, BPJS Ketenagakerjaan akan meminta izin Ditjen Pajak untuk melakukan crosscheck omset dan aset untuk melakukan kategorisasi.
Kategorisasi ini berguna untuk memberikan pekerja jaminan lebih. Jika perusahaan terkategori menengah ke atas, perusahaan tersebut harus memberikan jaminan pensiun selain jaminan hari tua. BPJS Ketenagakerjaan juga akan melihat porgram ketenagakerjaan yang didaftarkan perusahaan untuk menghindari pengurangan hak pekerja.
"Untuk tahu kategori perusahaan besar dan menengah ini ialah berdasarkan aset dan omset, dan data ini ada di pajak. Kita lihat programnya sudah ikut semua belum, karena ini dasarnya ialah hak pekerja. Kalau tidak, berarti ada hak yang dikurangi," papar Ilyas.
Sadar hal tersebut bisa mengundang pro dan kontra serta akan melanggar undang-udang, Ilyas bilang, pihaknya sedang menunggu izin dari Menteri Keuangan untuk membuka data perusahaan. Namun, ia optimistis, pada Juli 2017, Kementerian Keuangan akan memberikan restu. Sehingga sesuai target yang dicanangkan BPJS Ketenagakerjaan, intansi ini bisa mempunyai peserta hingga 85% dari total pekerja yang ada di Indonesia pada 2021 mendatang.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak), Hestu Yoga Saksama mengatakan, terkait data yang akan dipertukarkan dengan BPJS, pihaknya tengah mengkaji pada aspek legal.
"Ini sedang kami kaji aspek legalnya, karena ada larangan bagi Direktorat Jenderal Pajak untuk memberikan data maupun informasi perpajakan wajib pajak," ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News