kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.134   66,00   0,41%
  • IDX 7.065   80,82   1,16%
  • KOMPAS100 1.056   15,21   1,46%
  • LQ45 830   12,54   1,53%
  • ISSI 214   2,04   0,96%
  • IDX30 423   6,62   1,59%
  • IDXHIDIV20 510   7,64   1,52%
  • IDX80 120   1,68   1,42%
  • IDXV30 125   0,50   0,40%
  • IDXQ30 141   1,98   1,43%

BPJS Kesehatan Gelontorkan Rp 2 Triliun Hanya untuk Penyakit TBC pada 2022


Selasa, 29 Agustus 2023 / 14:32 WIB
BPJS Kesehatan Gelontorkan Rp 2 Triliun Hanya untuk Penyakit TBC pada 2022
ILUSTRASI. Tenaga kesehatan menunjukkan hasil rontgen thorax salah satu pasien di RSUD Kota Tangerang, Banten, Selasa (21/3/2023). BPJS Kesehatan Gelontorkan Rp 2 Triliun Hanya untuk Penyakit TBC pada 2022.


Reporter: Ratih Waseso | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktur Utama (Dirut) BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti menyampaikan, secara global sampai Agustus 2023 ini ada sekitar 6,3 juta kasus tuberculosis (TBC). Dimana Indonesia sekarang menjadi nomor dua jumlah penderita TBC.

Tahun lalu, BPJS Kesehatan kata Ghufron menggelontorkan anggaran sekitar Rp 2 triliun untuk klaim pembayaran penyakit TBC. 

"BPJS mengeluarkan uang sekitar Rp 2 triliun untuk hanya satu tahun di tahun 2022," kata Ghufron dalam Town Hall Pembiayaan Kesehatan, Selasa (29/8). 

Baca Juga: Pemerintah Siapkan Antisipasi Peningkatan Penyakit Akibat Polusi Udara

Ia menjelaskan, pengobatan terhadap Tuberkulosis (TB) paling cepat selama 6 bulan. Dan apabila  pengobatan tidak dilakukan dengan disiplin, maka harus dimulai lagi dari awal. 

TB kata Ghufron, merupakan penyakit menular yang dapat mengakibatkan kematian. Bahkan angka kematian akibat TB menurutnya lebih banyak daripada Covid-19. 

Ia mengatakan, maka tiga hal upaya yang dilakukan untuk ikut serta dalam pemberantasan TB. Pertama, shifting cost  dari rumah sakit ke FKTP termasuk di FKTP swasta. 

Baca Juga: Cek! Ini Daftar Lengkap Penyakit yang Ditanggung dan Tidak Ditanggung BPJS Kesehatan

Kedua, notifikasi atau tracing apakah pasien mendapatkan pengobatan sampai sembuh atau tidak. Ketiga, strategi purchasing, dimana FKTP tak hanya dibayar klaimnya namun bisa mendapatkan insentif jika pengobatan TB tuntas.

"Tidak hanya kita bayar, tetapi kalau sampai sembuh dapat insentif. Nah termasuk yang klinik swasta. Ini yang tidak banyak terjadi di banyak negara, sedang mencari modelnya," kata Ghufron.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×