kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Boy Rafli bantah Densus 88 dibiayai asing


Rabu, 20 Maret 2013 / 21:15 WIB
Boy Rafli bantah Densus 88 dibiayai asing
ILUSTRASI. Mitratel berpotensi meraup dana segar dari IPO sekitar Rp 19,79 triliun-Rp 24,90 triliun.


Reporter: Barratut Taqiyyah | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal (Pol) Boy Rafli Amar menjelaskan operasional Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dia membantah tudingan Densus difasilitasi oleh pihak asing.

"Densus tidak dibiayai orang asing, Densus dibiayai APBN," kata Boy dalam diskusi 'Densus Milik Siapa?' di Jakarta, Rabu (20/3). Tudingan Densus 88 dibiayai oleh pihak asing dikatakan oleh mantan anggota Tim Pengacara Muslim, Eggi Sudjana.

Dalam diskusi yang sama, Eggi mengatakan pembiayaan Densus 88 yang bersumber dari luar negeri sudah berlangsung sejak Kapolri dijabat Jenderal Da'i Bachtiar. "Uang Densus datangnya dari luar, itu sejak zaman Kapolri Dai Bachtiar. Hillary Clinton juga pernah ke sini (Indonesia) untuk perjanjian keamanan baru itu," kata Eggi.

Boy menerangkan satuan berlambang burung hantu itu memang bekerja sama dengan asing atau negeri lain. Namun, kerja sama internasional sebatas untuk penindakan terorisme. Sebab, beberapa jaringan di Indonesia terkait dengan jaringan luar, seperti Filipina.

Contoh jejaring lintas batas negara, sebut Boy, adalah kelompok Farhan (teroris Solo) yang memiliki jaringan dengan Abu Omar di Filipina. Senjata yang dimiliki Farhan diketahui berasal dari sana. "Jadi Densus melakukan kerja sama internasional, seperti (dengan) Malaysia, Singapura, Filipina, Australia, dan negara lainnya. Memang ada satu sama lain berkaitan dengan peristiwa-peristiwa di luar Indonesia," katanya.

Boy menuturkan, Densus dibentuk dengan persetujuan pemerintah. Lembaga antiteror itu dibentuk setelah tragedi Bom Bali 1 pada 2002. Setelah itu, disusunlah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 tahun 2002 yang akhirnya disahkan menjadi Undang-undang Nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. "Densus murni produk legislatif. Melihat kondisi kekinian saat itu yang mengancam jiwa, harkat dan martabat bangsa," terang Boy. (Dian Maharani/Kompas.com)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×