Reporter: Teodosius Domina | Editor: Adi Wikanto
JAKARTA. Ramapanicker Rajamohanan Nair alias Rajesh hari ini, Senin (13/2) mendengarkan dakwaan dari jaksa KPK di Pengadilan Tipikor Jakarta. Rajesh didakwa menyuap Handang Sukarno, mantan Kepala Subdit Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum Ditjen Pajak sebesar US$ 148.500 dari total janji Rp 6 milyar.
Dalam surat dakwaan terungkap bahwa upaya penyuapan bermula dari kesulitan perusahaan Rajesh, PT EK Prima Ekspor Indonesia (PT EKP) dalam hal pajak pada kurun 2015-2016. Diantaranya, pengajuan pengembalian kelebihan pembayaran pajak (restitusi), surat tagihan pajak pertambahan nilai (STP PPN), penolakan pengampunan pajak, pencabutan pengukuhan pengusaha kena pajak (PKP) dan pemeriksaan bukti permulaan.
Soal kewajiban tagihan pajak PPN misalnya, perusahaan Rajesh merasa keberatan lantaran ditagih membayar pajak pembelian kacang mete gelondong dengan nilai sekitar Rp 36 miliar untuk tahun 2014 dan Rp 22 miliar untuk 2015. Ditanggapi oleh Johnny Sirait Kepala KPP Enam, perusahaan Rajesh dihimbau mengikuti tax amnesty saja.
Usaha mengikuti TA kandas lantaran ada tunggakan. Johnny lantas malah mengusulkan kepada kantor DJP Jakarta Khusus agar melakukan pemeriksaan bukti permulaan lantaran ada indikasi tindak pidana perpajakan. PT EKP diduga menyalahgunakan faktur fiktif dan mengekspor secara tidak benar.
Singkat cerita, kepala kantor DJP Jakarta Khusus menyatakan permasalahan PT EKP tidak bisa diselesaikan sehingga terdakwa Rajesh disarankan menemui Handang Sukarno yang dianggap punya jabatan lebih tinggi. Handang mengusulkan STP diselesaikan lebih dulu.
Untuk penyelesaian STP ini, dilakukan pertemuan pada 20 Oktober 2016 di Nippon Khan Hotel. "Dalam pertemuan tersebut terdapat janji akan memberikan uang dengan jumlah 10% dari total nilai STPN senilai Rp 52.330.649.000 yang akhirnya setelah negosiasi terdakwa dan Handang Soekarno, uang yang akan diberikan oleh terdakwa kepada Handang Soekarno dibulatkan menjadi 6 miliar rupiah," kata Ali Fikri jaksa dari KPK.
Usai bertemu, lewat whatsapp Rajesh juga bilang uang tersebut sudah termasuk jatah untuk Muhammad Haniv, yang kini menjabat Kepala Kanwil Pajak DKI. "Pak soal max 6 termasuk Hnf mohon diselesaikan terimakasih," tulis Rajesh kepada Handang.
Beberapa saat setelah itu, Haniv lantas menerbitkan pembatalan STP untuk PT EKP.
Pada 18 November 2016, Rajesh pun menyiapkan uang yg diminta Handang. Pada tahap pertama Handang meminta terlebih dulu Rp 2 milyar. Namun karena setelah disiapkan harus dimuat dalam 2 koper besar, Handang meminta untuk ditukar menjadi dollar Amerika Serikat.
Uang tersebut diserahkan pada 21 November 2016 yang berujung pada operasi tangkap tangan oleh KPK.
Ancaman pidana yang dikenakan terhadap bos PT EKP ini ialah pasal 5 ayat 1 huruf a dan UU No. 20/2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Ancaman hukumannya ialah kurungan 1 sampai 5 tahun serta denda Rp 50 juta hingga Rp 250 juta.
Atau pasal 13 dari undang-undang yang sama, dengan ancaman hukuman maksimal 3 tahun.
Ditemui usai persidangan, kuasa hukum Rajesh menandaskan bahwa kliennya merasa dipersulit. Sementara soal janji aliran dana, termasuk untuk Haniv, fakta-faktanya akan dibuka di persidangan.
"Kan kita minta restitusi tapi justru kita dihadapkan pada hal-hal yang tidak masuk akal. Contohnya ada STP PPN 2 tahun padahal tahun-tahun sebelumnya tidak ada STP PPN itu. Ada juga bukti permulaan yg ada kaitannya dng STP itu," kata Samsul Huda, kuasa hukum Rajesh.
KONTAN sedang mengusahakan konfirmasi dari Muhammad Haniv melalui nomor telepon selularnya. Namun, hingga berita ini diturunkan, KONTAN belum berhasil mendapatkan konfirmasi.
KPK sudah pernah memanggil Haniv untuk diperiksa. Namun, Haniv juga enggan memberikan penjelasan ke awak media.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News