Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Angraria dan Tata Ruang/Badan Pertahanan Nasional (ATR/BPN) akan menerapkan sertifikasi tanah elektronik atau e-sertifikat tanah, guna menggantikan setifikat konvensional yang berlaku saat ini.
Usut punya usut, ternyata e-sertifikat tanah dapat mempermudah langkah investor membangun pabrik.
Pada awal bulan ini, Direktur Pengaturan Pendaftaran Tanah dan Ruang Kementerian ATR/BPN Dwi Purnama mengatakan kebijakan tersebut besar kaitannya untuk mendorong kemudahan berusaha di Indonesia atawa ease of doing business (EoDB). Maklum dalam laporan EoDB 2019 dan EoDB 2020, Indonesia berada di posisi 73 dunia.
Baca Juga: Sertifikat tanah elektronik tak bisa diterapkan, ini 2 kelemahannya
Deputi Pengembangan Iklim Penanaman Modal Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Yuliot mengatakan e-sertifikat tanah akan memudahkan proses peralihan hak atas tanah hanya menjadi tiga prosedur.
Adapun saat ini ada lima prosedur peralihan hak tanah antara lain pengecekan keaslian sertifikat, pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (PBHTB) dan pajak penghasilan (PPh), pembuatan akta jual beli pejabat pembuat akta tanah (PPAT), pergantian nama dari penjual kepada pembeli di Kementerian BPN, dan peralihan pajak bumi dan bangunan (PBB) di Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda).
“Jadi nantu pembeli/PPAT bisa scan nama kepemilikan di QR Code. Sesuai metodologi survey karena basis data sudah digital, maka dari sisi index penilaian di EoDB ada perbaikan,” kata Yuliot kepada Kontan.co.id, Senin (15/2).
Dengan demikian, Yuliot mengatakan kemudahan itu akan memberikan investor kepastian peralihan tanah. “Jadi bisa mengecek langsung siapa pemilik syah dan tidak terjadi pembayaran ganti rugi atau pembelian tanah pada bidang yang sama berkali-kali,” ujar dia.
Yuliot menegaskan, e-sertifikat tanah secara spesifik akan mendorong kemudahan pendaftaran properti oleh para investor. Melalui prosedur yang berlaku saat ini memakan waktu hingga 28 hari dan menelan biaya Rp 227,32 juta.
Sementara, dengan mempersingkat prosedur menjadi tiga tahapan, maka hanya membutuhkan waktu 5 hari dan biaya Rp 139,4 juta.
Selain mempermudah langkah investor mendirikan bangunan, Yuliot memaparkan ada dua strategi lain yang akan dilakukan demi menggenjot EoDB di 2021 bertengger di peringkat 60 dunia.
Pertama, penyederhanaan proses dalam perizinan usaha saat ini harus menempuh sebelas tahapan selama 10 hari dengan biaya Rp 3,06 juta. Tahun ini, pemerintah menargetkan untuk memangkas tahapannya menjadi tiga prosedur saja dalam kurun waktu 2 hari dengan biaya Rp 3,03 juta.
Kedua, izin mendirikan bangunan dengan mempersingkat izin menjadi lima prosedur dalam kurun waktu 21 hari dan biaya Rp 7,14 juta. Semula ada delapan belas prosedur dalam waktu 191 hari dan biaya Rp 129,14 juta.
Baca Juga: Waspada mafia ambil alih sertifikat tanah secara ilegal, ini modusnya menurut polisi
Di sisi lain, pemerintah juga menargetkan untuk memperbarui bidang call center untuk melayani pertanyaan serta keluhan investor maupun pengusaha dalam proses pengurusan bisnis di Indonesia.
Pemerintah juga mendorong pengusaha serta investor baik luar maupun dalam negeri untuk berinvestasi di kawasan khusus dengan potensi tinggi seperti Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN), Kawasan Industri (KI), dan Kawasan Pelabuhan Bebas dan Perdagangan Bebas (KPBPB).
“Dengan segala usaha tersebut, diharapkan EoDB Indonesia akan semakin bersaing dengan negara-negara lain dan dapat terus meroket sehingga perekonomian negara pun juga akan semakin maju,” ucap Yuliot.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News