Reporter: Asep Munazat Zatnika | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Bank Indonesia (BI) sudah menaikan suku bunga acuan alias BI rate ke level 7,5%. Meski begitu, nilai tukar rupiah masih tetap tidak membaik.
Bahkan, berdasarkan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) per 13 November 2013, nilai tukar rupiah melemah ke level Rp 11.644 per US$. Kedua indikator makro tersebut diperkirakan akan mempengaruhi persepsi investor terhadap perekonomian Indonesia.
Salah satu dampaknya adalah bisa menekan nilai investasi yang masuk ke Indonesia. Hal ini, terutama untuk investasi yang akan masuk pada tahun depan.
Sejatinya, pertumbuhan investasi Indonesia sudah menunjukkan gejala yang perlu diwaspadi. Pada kuartal III saja, menurut BI, pertumbuhan investasi masih terbatas.
Menurut tinjauan kebijakan ekonomi makro yang dirilis BI, nilai investasi di kuartal III masih belum kuat, meskipun mengalami kenaikan dibanding kuartal II.
Pada kuartal III, investasi tumbuh hanya sebesar 4,51% dibanding kuartal III tahun 2012 atau year on yar (yoy). Sementara investasi pada kuartal II tahun 2013 dari tahun 2012 sebesar 4,45%.
Terbatasnya pertumbuhan investasi terutama dari melambatnya investasi di sektor bangunan (konstruksi).
Menurut Deputi bidang perencanaan penanaman modal pada Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Tamba Hutapea, dengan kebijakan moneter yang ketat, ketertarikan asing akan terpengaruh untuk masuk ke Indonesia.
Tamba menilai, kenaikan BI rate menjadi 7,5% bisa memicu perlambatan ekonomi lebih dalam. Hal ini akan berdampak negatif bagi stabilitas dunia usaha.
Meski begitu, BKPM mengaku belum merevisi target investasi yang masuk tahun 2013, yaitu sebesar Rp 390 triliun. “Untuk jangka panjang pasti terpengaruh, tetapi tahun ini kan sudah berjalan,” ujar Tamba, rabu (13/11) kepada KONTAN.
Tamba beralasan, untuk target investasi tahun ini sudah dihitung berdasarkan investasi yang terealisasi. Investasi tersebut sudah berjalan dalam jangka waktu 1-2 tahun dalam bentuk investasi langsung atau Foreign Direct Investment (FDI).
Oleh karena itu, menurutnya, bisa dibilang investasi tahun ini merupakan realisasi investasi yang dilaksanakan.
Sementara itu, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan, likuiditas dana yang ada di masyarakat akan terbatas karena bunga Bank akan naik, begitu juga dengan bunga kredit.
“Kita melihat tren pelambatan memang akan terjadi. Oleh karena itu, pemerintah akan memitigasi dampak terhadap sektor riil,” ujar Hatta.
Ekonom Bank Tabungan Negara (BTN) A. Prasetyantoko menimpali, beberapa sektor investasi akan terpengaruh dengan kenaikan BI rate.
Selain infrastruktur, sektor konsumsi akan ikut terkena dampaknya. Sebab, akibat kenaikan BI rate adalah akan menyerang daya beli masyarakat. Kalau daya beli terganggu, maka tingkat konsumsi mereka juga akan menurun.
Sementara dengan pelemahan rupiah, Prasetyantoko menilai, justru akan membuat investasi asing lebih melirik Indonesia. Sebab, dengan kurs yang lebih kuat dibanding rupiah, potensi mereka untuk meraup laba lebih besar. Namun, investor yang masuk ini biasanya hanya untuk mengambil untung sesaat saja.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News