kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.755   0,00   0,00%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

BKF: Kami hati-hati soal bea belanjaan penumpang


Kamis, 28 September 2017 / 05:05 WIB
BKF: Kami hati-hati soal bea belanjaan penumpang


Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan akan merevisi batasan (threshold) pengenaan bea masuk bagi impor barang penumpang. Saat ini, bea masuk barang impor dikenakan jika nilai barang tersebut berada di atas US$ 250 per orang dan US$ 1.000 per keluarga untuk setiap kedatangan.

Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 188/PMK 04/2010 Pasal 8 tentang Impor Barang yang Dibawa oleh Penumpang, Awak Sarana Pengangkut, Pelintas Batas, dan Barang Kiriman

Kepala Bidang Kepabeanan dan Cukai Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Nasruddin Djoko Surjono mengatakan, sejauh ini, batasan tersebut dilihat belum urgent untuk diubah. Namun demikian, masukan dari berbagai pihak sudah ada.

“Kami harus hati-hati, jangan sampai sinyalnya malah pemerintah buka kran impor. Kalau ditangkapnya seperti itu kan jelek. Terlalu politis,” kata Nasruddin usai pertemuan Kongkow Bisnis PasFM di Jakarta, Rabu (27/9).

Menurut Nasruddin, kajian dari perubahan batasan ini mempertimbangkan beberapa aspek, di antaranya adalah dari sisi kepraktisan apabila batasan baru tersebut diterapkan di lapangan nanti. Pasalnya, apabila batasan dibuat semakin tinggi, maka pengawasannya akan cenderung lebih rendah.

“Kalau terlalu kecil, malah harus diperiksa semua. Sementara kalau semakin besar akan semakin longgar. Saya tidak bisa bilang mana yang paling bagus, tetapi US$ 250 ini sudah masuk standar internasional,” katanya. Dari International Chamber of Commerce (ICC) sendiri, menurutnya, memiliki standar threshold bebas bea masuk per individu US$ 200 hingga US$ 1.000.

Selain itu, pihaknya juga mempertimbangkan batasan yang dimiliki oleh negara lainnya yang memiliki income per kapita masyarakatnya mirip dengan Indonesia, “Filipina, tapi dia tresholdnya di bawah Indonesia. Indonesia lebih liberal. Filipina mematok 10.000 peso. Dia pakai kursnya sendiri. Itu hitungannya masih di bawah kita yaitu US$ 200,” jelasnya.

Asal tahu saja, Malaysia, menetapkan threshold US$ 18 hingga US$ 125. Selanjutnya, Kamboja menerapkan rata-rata US$ 50. Thailand sedikit lebih tinggi daripada Indonesia, yakni US$ 285. Ada negara lain ada yang menerapkan sistem pajak barang bawaan berdasar maksimal usia 15 tahun.

Selanjutnya, negara seperti Kanada, Amerika Serikat, dan Singapura menerapkan threshold berdasar durasi tinggal di luar negeri. Misalnya, Kanada menerapkan threshold minimal 48 jam US$ 153.

Herman Juwono Wakil Ketua Komite Tetap Bidang Perpajakan Kadin Indonesia memberi usul, batasan bisa dinaikkan dua kali lipat menjadi US$ 500 per orang dan US$ 2.000 per keluarga. Menurutnya, nilai US$ 250 saat ini sudah tidak relevan lantaran terlalu kuno.

“Seberapa besar US$ 250 sekarang ini. Coba bandingkan PTKP kan waktu 2010 Rp 2 juta, sekarang sudah Rp 4,5 juta. Ini hitung-hitungan paling gampang,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×