kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.910.000   -13.000   -0,68%
  • USD/IDR 16.230   -112,00   -0,69%
  • IDX 7.214   47,18   0,66%
  • KOMPAS100 1.053   7,20   0,69%
  • LQ45 817   1,53   0,19%
  • ISSI 226   1,45   0,65%
  • IDX30 427   0,84   0,20%
  • IDXHIDIV20 504   -0,63   -0,12%
  • IDX80 118   0,18   0,16%
  • IDXV30 119   -0,23   -0,19%
  • IDXQ30 139   -0,27   -0,20%

Bimo Wijayanto Resmi Jadi Ditjen Pajak, Ini Sederet PR yang Menanti


Jumat, 23 Mei 2025 / 18:43 WIB
Bimo Wijayanto Resmi Jadi Ditjen Pajak, Ini Sederet PR yang Menanti
ILUSTRASI. Presiden Prabowo Subianto telah resmi menunjuk Bimo Wijayanto sebagai Dirjen Pajak menggantikan Suryo Utomo.


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Presiden Prabowo Subianto telah resmi menunjuk Bimo Wijayanto sebagai Direktur Jenderal Pajak (Dirjen Pajak), menggantikan Suryo Utomo. 

Pergantian kepemimpinan ini terjadi di tengah ekspektasi yang tinggi terhadap pemerintahan baru untuk memperkuat fondasi fiskal negara. 

Direktur Eksekutif Indonesia Economic Fiscal (IEF) Research Institute Ariawan Rahmat menilai, pergantian puncuk pemimpin DJP tersebut akan menjadi babak baru bagi DJP dalam upaya menyempurnakan reformasi perpajakan nasional. 

“Posisi strategis yang diemban Bimo Wijayanto dengan mandat khusus dari Presiden Prabowo Subianto untuk melakukan reformasi sistem perpajakan agar lebih transparan, akuntabel, dan berintegritas tinggi, sekaligus mengamankan penerimaan negara ini merupakan tantangan yang tidak ringan,” ujar Ariawan dalam keterangannya kepada KONTAN, Jumat (23/5).

Namun demikian, Ariawan menilai, dengan rekam jejak pendidikan dan berbagai karier pada lintas lembaga yang sangat relevan dengan tugas barunya itu, Bimo Wijayanto mampu menjawab tanggung jawab dan tantangan yang diberikan Presiden Prabowo. 

Baca Juga: Menko Airlangga Beri Pesan Ini ke Dirjen Pajak Baru, Bimo Wijayanto

Ariawan mencontohkan, Bimo adalah analis senior dengan keahlian dalam pemodelan deteksi fraud dan analisis kepatuhan pajak. Pengalaman ini menurut Ariawan sangat penting untuk memahami kompleksitas administrasi perpajakan dari sisi teknis dan strategis. 

Selain itu, Pengalaman Bimo di luar DJP, seperti di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, menurut Ariawan juga akan memberikan lanskap pandang yang lebih luas dalam menentukan visi DJP dalam menghimpun penerimaan negara. 

Oleh karena itu, kombinasi pengetahuan mendalam tentang perpajakan dan pengalaman praktis di bidang investasi menunjukkan bahwa penunjukan ini merupakan langkah yang disengaja dan strategis oleh Prabowo.

"Pemerintahan baru memiliki target pertumbuhan ekonomi yang ambisius, yang sangat bergantung pada investasi. Oleh karena itu, seorang Dirjen Pajak dengan pemahaman mendalam tentang investasi dapat menjembatani kesenjangan antara promosi investasi dan peningkatan penerimaan pajak,” tuturnya. 

Ariawan berharap, di bawah kepemimpinan Bimo, DJP akan melakukan pendekatan yang lebih terintegrasi, yaitu kebijakan pajak tidak hanya berfungsi sebagai alat pengumpul pendapatan, tetapi juga secara aktif mendorong iklim investasi yang kondusif. 

“Ke depan DJP harus membuat kebijakan dan mengambil peran proaktif dalam berkolaborasi dengan lembaga yang mengampu bidang investasi seperti BKPM untuk mengidentifikasi basis pajak baru yang muncul dari investasi, mengoptimalkan insentif pajak, dan memastikan bahwa pertumbuhan investasi secara efektif berkontribusi pada peningkatan penerimaan negara,” saran Ariawan. 

Baca Juga: Menkeu Sri Mulyani Minta Bimo dan Djaka Solid Tingkatkan Pendapatan Negara

Selain itu, Ariawan juga mengimbau agar DJP juga semakin bisa mewujudkan integritas dan akuntabilitas, seperti mandat yang diberikan oleh Prabowo. 

Menurutnya, persepsi publik dan tata kelola internal, sangat penting untuk pertumbuhan pendapatan jangka panjang yang berkelanjutan, karena dapat menumbuhkan hubungan yang lebih positif antara wajib pajak dan otoritas pajak. 

Pemerintahan Prabowo-Gibran telah menetapkan target rasio pajak yang sangat ambisius dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029. Pertumbuhan target berkisar antara 11.52% hingga 15% dari Produk Domestik Bruto (PDB). 

Target ini merupakan kenaikan signifikan dibandingkan realisasi rasio pajak Indonesia pada 2024 yang hanya 10.08%, dan 10.31% pada 2023. Ariawan menyebut, kesenjangan ini menunjukkan skala tantangan besar yang harus dihadapi oleh Dirjen Pajak baru. 

Terlebih lagi, data historis menunjukkan fluktuasi rasio pajak di sekitar 8-10% dalam beberapa tahun terakhir. Pada tahun 2024, rasio penerimaan perpajakan hanya mencapai 10,08% dari PDB, lebih rendah dari realisasi tahun sebelumnya yang mencapai 10,31%. 

Sementara hingga April 2025, realisasi penerimaan pajak baru mencapai Rp 557,1 triliun, atau setara dengan 25,4% dari target APBN 2025 sebesar Rp 2.189,3 triliun. Angka ini menunjukkan kontraksi sebesar 10,8% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. 

Baca Juga: Sri Mulyani Lantik Bimo Wijayanto Jadi Dirjen Pajak, Ini Daftar Lengkapnya

Selain itu, target rasio pajak yang ambisius oleh pemerintahan baru, terutama 11,52%-15% pada 2029 dan aspirasi 16% atau 23%, sangat kontras dengan rasio pajak Indonesia saat ini yang berada di kisaran angka 9%-10%. 

Ariawan menegaskan, kesenjangan ini mengindikasikan bahwa pencapaian target tersebut tidak hanya memerlukan perbaikan bertahap, tetapi juga perubahan fundamental.

Faktor-faktor struktural seperti besarnya sektor informal, rendahnya kepatuhan wajib pajak, lemahnya mekanisme penegakan hukum, dan kurangnya kepercayaan terhadap otoritas pajak adalah masalah yang mengakar dan tidak dapat diselesaikan hanya dengan penyesuaian administratif. 

Penyebab utama rendahnya rasio pajak di Indonesia menurut Ariawan bersifat multifaktor. Mulai dari rendahnya kepatuhan wajib pajak, di mana banyak individu tidak melaporkan atau melaporkan pendapatan mereka secara tidak lengkap. 

Dominasi sektor informal juga menjadi masalah besar, dengan sekitar 60% tenaga kerja dan 8%-10% PDB berada dalam ekonomi bawah tanah (underground economy), yang berpotensi menyebabkan kehilangan penerimaan pajak sebesar Rp 208 triliun per tahun. 

Menurut Ariawan, keberhasilan Bimo Wijayanto akan sangat bergantung pada bagaimana ia mengatasi kesenjangan antara target ambisius dan realitas struktural ini. 

Hal ini menuntut pendekatan holistik yang didukung secara politik, yang mencakup pergeseran mendasar dalam struktur ekonomi—misalnya, formalisasi sektor informal, peningkatan kepercayaan publik dan memperluas basis pajak ke sektor-sektor yang sebelumnya kurang terpajaki.

Baca Juga: Lantik Bimo Wijayanto Jadi Dirjen Pajak, Sri Mulyani Minta Tax Ratio Harus Naik!

Oleh karena itu, kemauan politik untuk memberlakukan reformasi yang mungkin tidak populer tetapi diperlukan akan menjadi faktor penentu latar belakang Bimo Wijayanto yang mendalam di sektor investasi juga diharapkan akan menghasilkan peningkatan pendapatan pajak yang nyata dan berkelanjutan. 

Meskipun insentif sangat penting untuk daya saing, menurutnya juga juga berpotensi menghilangkan pendapatan pajak. Keberadaan berbagai insentif pajak seperti tax holiday, tax allowance, dan skema DTP menunjukkan komitmen Indonesia untuk menarik investasi. 

Namun, setiap insentif yang diberikan berarti pengurangan pendapatan pajak langsung. 

Untuk itu, tantangan bagi DJP adalah memastikan bahwa insentif ini bukan hanya biaya bagi negara, tetapi investasi strategis yang menghasilkan pendapatan pajak yang lebih besar di masa depan melalui aktivitas ekonomi yang diperluas.

"DJP harus mengevaluasi lebih jauh mana insentif yang benar-benar efektif dalam merangsang investasi produktif yang menghasilkan pendapatan kena pajak baru dan memperluas basis pajak,” pungkasnya.

Selanjutnya: Iran Melabeli Trump 'Orang Gila' saat Negosiasi Nuklir Memasuki Fase Kritis

Menarik Dibaca: tiket.com Hadirkan Promo Voucher di Mandiri Garuda Indonesia Travel Deals 2025

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Digital Marketing for Business Growth 2025 : Menguasai AI dan Automation dalam Digital Marketing

[X]
×