Reporter: Bidara Pink | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) memastikan cadangan devisa (cadev) yang dimiliki lebih dari cukup untuk mendukung upaya stabilisasi nilai tukar rupiah di tengah penyebaran Covid-19.
Meski begitu, Gubernur BI Perry Warjiyo mengakui memang ada penurunan jumlah cadev Indonesia pada bulan Maret ini. Hanya, dirinya belum bisa mengatakan besaran pastinya.
Baca Juga: Rupiah dekati Rp 16.200 per dolar AS, Gubernur BI: Tak sama dengan 1998 atau 2008
"Namun sekali lagi kami pastikan bahwa first line of defense kami masih lebih dari cukup," tegas Perry pada Kamis (26/3) di Jakarta.
Selain cadev, Perry juga menjelaskan bahwa Indonesia memiliki second line of defense berupa pertukaran mata uang (bilateral) swap dengan bank sentral dari sejumlah negara seperti China, Jepang, Singapura, Australia, dan lain-lain.
Ia memerinci total nilai kerjasama dengan bank-bank sentral negara tersebut. Seperti dengan People's Bank of China, nilai kerjasama mencapai US$ 30 miliar.
Sementara dengan Bank of Japan, nilai kerjasama mencapai US$ 22,7 miliar, dan total nilai kerjasama dengan Monetary Authority of Singapore ada di kisaran 10 miliar dollar Singapura.
"Tak hanya itu, kami juga komunikasi dengan The Fed untuk memperkuat kerjasama dengan bilateral swap," tambah Perry.
Baca Juga: Rupiah diramal tak banyak bergerak usai BI umumkan kebijakan suku bunga esok hari
Selain menggunakan bantalan pertama dan kedua, dalam menjaga nilai tukar rupiah, bank sentral juga melakukan triple intervention, yaitu intervensi di pasar spot, DNDF, serta melakukan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) yang dilepas investor asing di pasar sekunder.
Khusus intervensi di SBN, BI mengaku hingga saat ini telah gelontorkan dana sebesar Rp 168,2 triliun untuk menangkap SBN yang dilepas oleh asing.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News