kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.526.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.240   -40,00   -0,25%
  • IDX 7.037   -29,18   -0,41%
  • KOMPAS100 1.050   -5,14   -0,49%
  • LQ45 825   -5,35   -0,64%
  • ISSI 214   -0,85   -0,40%
  • IDX30 423   -1,15   -0,27%
  • IDXHIDIV20 514   0,87   0,17%
  • IDX80 120   -0,69   -0,57%
  • IDXV30 125   1,36   1,09%
  • IDXQ30 142   0,26   0,18%

BI waspadai risiko perlambatan ekonomi AS dan Eropa


Kamis, 14 Juli 2011 / 22:45 WIB
ILUSTRASI. Moonton optimalkan matcmaking di Mobile Legends, solo player tidak bertemu 5 player


Reporter: Herlina KD | Editor: Djumyati P.

BOGOR. Meski pertumbuhan ekonomi Indonesia masih menggembirakan, tapi Bank Indonesia mulai mewaspadai adanya dampak dari perlambatan ekonomi global yang mungkin terjadi pada semester II tahun ini.

Deputi Gubernur Bank Indonesia Hartadi A. Sarwono mengungkapkan, data-rata terakhir yang dirilis oleh Amerika Serikat yang hingga saat ini belum menunjukkan tanda-tanda pemulihan menyebabkan adanya risiko perlambatan ekonomi global. "Amerika Serikat sedang melakukan revisi pertumbuhannya dan itu berisiko," ujarnya seusai membuka Rapat Koordinasi Wilayah Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Jakarta-Jawa Barat-Banten, Kamis (14/7).

Seperti diketahui, selama ini AS adalah salah satu mitra dagang utama bagi Indonesia. Sehingga, jika AS belum menunjukkan pemulihan, bisa jadi ekspor Indonesia tidak akan sekencang yang diperkirakan. "Tapi mudah-mudahan AS bisa cepat memperbaiki kondisinya," jelas Hartadi.

Selain kondisi ekonomi AS, Hartadi bilang potensi ketidakpastian ekonomi di Eropa juga masih terjadi. Hanya saja, ia masih yakin ekonomi Eropa tidak akan terperosok dalam karena pemerintahan di Uni Eropa melakukan beberapa tindakan penyelamatan. "Dua risiko itu yang kita perlu perhitungkan dengan baik. Namun kalau melihat perkembangannya, sampai sekarang risiko Eropa mudah-mudahan tidak berdampak besar bagi Indonesia," paparnya.

Sementara itu, melihat pertumbuhan ekonomi China, Hartadi bilang ada dua sisi yang harus diperhatikan. Pertama, kalau terjadi gelembung ekonomi (bubble) di China, maka akan berdampak negatif bagi pertumbuhan ekonomi kita. Sebaliknya, jika China memberlakukan pengetatan ekonomi, akan berdampak positif pada perekonomian nasional.

Namun, Hartadi melihat kebijakan yang diambil oleh China adalah cenderung mengerem laju pertumbuhan ekonominya. Alhasil, "Dampaknya terhadap kita akan lebih positif. Artinya, harga-harga produk Indonesia tidak terlalu tinggi dan berdampak pada suku bunga Indonesia yang tidak terlalu besar, sehingga secara keseluruhan di sisa tahun ini kita bisa lebih optimistis," jelasnya.

Meski begitu, Hartadi mengaku BI tetap menyiapkan berbagai kebijakan jika terjadi kemungkinan terburuk sebagai dampak dari goncangan ekonomi global. "Kami akan mempersiapkan sesuatu jika sesuatu hal yang jelek terjadi. Untuk menjaga, BI punya berbagai opsi yang masih kita simpan di dalam laci meja saya," katanya.

Yang jelas, Hartadi bilang BI sudah siap dengan berbagai kebijakan untuk mengatasi hal terburuk yang mungkin terjadi. Dari waktu ke waktu BI juga akan terus melakukan update terhadap segala sesuatu yang terjadi di perekonomian baik global maupun lokal. "Jadi meskipun kita tahu inflasi kita menurun, bisa di bawah 5%, tapi kita harus tetap berjaga-jaga kalau ada kemungkinan terburuk," ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×