Reporter: Bidara Pink | Editor: Adinda Ade Mustami
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Bank Indonesia (BI) mengingatkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang tahun ini bisa di bawah 2,3%, meleset dari hitungan bank sentral sebelumnya. Hal ini sejalan dengan realisasi pertumbuhan ekonomi kuartal I-2020 sebesar 2,97%, yang jauh di bawah ekspektasi.
Dari sisi moneter, Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, dengan inflasi yang rendah maka stance kebijakan bank sentral masih longgar. Utamanya, lewat penggelontoran likuiditas.
Baca Juga: Kuartal I cuma tumbuh 2,97%, BI prediksi ekonomi kuartal II terkontraksi 0,4%
"Saat ini yang lebih efektif menyediakan likuiditas. Kami sudah tambah Rp 503,8 triliun. Ini silakan digunakan dulu, dikucurkan dari perbankan ke sektor riil, ditambah stimulus fiskal. Nanti kalau kurang, hitung-hitungan saja. Kami siap," kata Guberur BI Perry Warjiyo, Rabu (6/5) via video conference.
Jumlah likuiditas yang telah digelontorkan BI lewat quantitative easing sejauh ini, terdiri dari pertama, pembelian Surat Berharga Negara (SBN) yang telah dilepas asing di pasar sekunder yang menambah likuiditas sekitar Rp 166,2 triliun.
Kedua, term repo perbankan yang dilakukan dan menambah likuiditas sebesar Rp 137,1 triliun. Ketiga, penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) rupiah pada bulan Januari dan April yang memberi likuiditas sebesar Rp 53 triliun.
Baca Juga: Prediksinya soal ekonomi kuartal I 2020 meleset, ini penjelasan Sri Mulyani
Keempat, swap valuta asing (valas) yang menginjeksi likuiditas hingga Rp 29,7 triliun. Kelima, penurunan GWM rupiah masing-masing sebesar 200 basis poin (bps) untuk bank umum konvensional dan 50 bps untuk Bank Umum Syariah atau Unit Usaha Syariah per 1 Mei 2020 yang mampu menambah likuiditas di perbankan hingga Rp 102 triliun.
Keenam, peniadaan pemberlakuan kewajiban tambahan giro untuk pemenuhan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) terhadap Bank Umum Konvensional maupun Bank Umum Syariah atau Unit Usaha Syariah selama satu tahun yang mulai berlaku pada 1 Mei 2020. Usaha ini juga ditaksir mampu menambah likuiditas hingga Rp 15,8 triliun.
Adapun kebijakan suku bunga diprioritaskan BI saat ini untuk menjaga nilai tukar rupiah, bukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
"Suku bunga dalam jangka pendek, diprioritaskan untuk stabilkan nilai tukar rupiah meski masih ada ruang untuk penurunannya," tandas Perry.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News