Reporter: Akhmad Suryahadi, Bidara Pink | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan kredit masih akan meningkat pada kuartal IV-2019, meski pada kuartal III-2019 saldo bersih tertimbang menunjukkan angka 68,3 atau mengalami penurunan dari kuartal sebelumnya yang sebesar 78,3.
Menurut BI keyakinan akan adanya pertumbuhan kredit pada kuartal IV-2019 ini berdasarkan hasil survei yang dilakukan mereka lakukan di industri perbankan.
Survei menyebut bahwa peningkatan kredit didorong oleh optimisme dengan kebijakan moneter yang longgar dan pertumbuhan ekonomi yang menguat.
Baca Juga: Paling tinggi cuma 6,9%, ini bunga deposito terbaru bank usai BI menyunat bunga
"Risiko penyaluran kredit juga kami perkirakan relatif terjaga," kata Gubernur BI Perry Warjiyo pekan lalu.\
Penyaluran kredit pada kuartal IV-2019 juga diperkirakan akan lebih longgar. Hal ini terlihat dari index lending standard (ILS) yang menunjukkan angka 11,8% yang merupakan cerminan kondisi bank secara keseluruhan.
Selain itu, BI juga mengungkapkan bahwa kredit keseluruhan pada 2019 diperkirakan akan ada di kisaran 9,7% dan ini sejalan dengan assessment BI.
Sebelumnya BI mencatat pertumbuhan penyaluran kredit perbankan tak menggembirakan. Kredit perbankan tumbuh melambat pada Agustus lalu, yaitu 8,59% year-on-year (yoy), dari sebelumnya 9,58% yoy pada Juli 2019.
Baca Juga: Prediksi Kurs Rupiah: Berpotensi Menguat Terbatas
Meski begitu, Perry mengatakan, perlambatan penyaluran kredit tak berarti aktivitas dunia usaha sepenuhnya loyo. Pasalnya, pembiayaan dari pasar modal justru mencatat pertumbuhan positif.
BI mencatat, pertumbuhan penerbitan Obligasi EBA dan Sukuk pada September 2019 mencapai 28,1% secara year-on-year (yoy). Begitu juga pertumbuhan penerbitan Medium Term Notes (MTN) yang naik 17,3% yoy.
Presiden Direktur Bank Central Asia (BCA) Jahja Setiaatmadja mengatakan, saat ini secara industri per September pertumbuhan kredit hanya tumbuh di angka sekitar 7% yoy, sedangkan target tahun ini bisa tumbuh antara 8% hingga 9%.
Menurut Jahja, sejauh ini regulator sudah mendukung, hanya saja pasarnya masih kurang.
Baca Juga: Bagaimana nasib rupiah Senin (28/10) ini? Berikut prediksinya
"Kredit tidak boleh dipaksa, jadi harus melihat bagaimana daya absorb pasar, kalau pasar kuat kami akan gebrak dan kalau sedang lemah kami tahan," ujarnya.
Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, situasi likuiditas yang ketat pada sejumlah perbankan dan naiknya tingkat rasio kredit macet atau Non-Perfroming Loan (NPL) menjadi tantangan bagi perbankan untuk menurunkan suku bunga.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News