kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

BI menolak jika krisis 2013 disamakan dengan 1998


Jumat, 06 September 2013 / 15:06 WIB
BI menolak jika krisis 2013 disamakan dengan 1998
ILUSTRASI. Pesan Tiket Pesawat di Traveloka Gratis Mudik Kit & Krispy Kreme, Serbu Tiketnya!


Reporter: Oginawa R Prayogo | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Bank Indonesia (BI) keberatan jika ada pihak yang menyamakan keadaan Indonesia saat ini dengan saat krisis ekonomi di tahun 1998. Meski ada tekanan, keadaan di tahun 2013 jauh lebih baik jika dibandingkan saat krisis 15 tahun lalu.

"Jangan bandingkan Indonesia sama seperti tahun 1997/1998. Saat itu perbankannya lemah pengelolaan tidak menunjung tinggi tata kelola baik dan kreditnya juga tidak baik," ujar Agus Martowardojo, Gubernur BI usai sholat Jumat di kantornya, Jumat (6/9).

Dia juga bilang, saat itu manajemen perbankan Indonesia juga tidak tertib dan juga pemilik bank tersebut 'bermain' dengan para nasabah. Ditambah lagi, sejumlah  perbankan juga menaruh dana di instrumen derivatif. Menurut Agus, krisis di tahun 1998 itu bermula dari krisis perbankan yang kemudian merembet ke krisis ekonomi dan menjadi krisis sosial.

"Di tahun 1997/1998 itu belum ada UU Keuangan Negara dan UU Perbendaharaan Negara, di tahun itu kita juga tidakk tahu besarannya utang swasta, BUMN, dan pemerintah," ujar Agus.

Nah, untuk tahun ini, situasinya cukup berbeda. Semua utang pemerintah pusat, utang pemerintah daerah, utang swasta, dan konsolidasi dapat diketahui profilnya.

"Sekarang itu semuanya dalam kondisi sehat. Malah perbankan kita dihormati dunia karena tingkat kesehatan, kecukupan modal, tingkat non perfomance low rendah dan likuiditasnya terjaga," jelas Agus yang pernah menjabat Menteri Keuangan dan Direktur Utama Bank Mandiri ini.

Dia mencontohkan adanya stress testing perbankan untuk meyakini bahwa ini kalau terjadi kondisi nilai tukar yang berubah,  tingkat bunga meningkat, perbankan tetap dalam keadaan sehat secara modal, sehat likuidiatas dan sehat operasional.

"Ini saya ungkapkan karena semua pihak perlu mendapatkan informasi ini di saat orang-orang di luar bicara yang kurang bagus tentang Indonesia," kata Agus.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×