Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Yudho Winarto
Penguatan tersebut lanjut dia, lantaran adanya arus modal asing yang masuk pasar keuangan domestik (capital inflow). Hingga pekan kedua April 2017 lanjut dia, capital inflow tercatat sebesar Rp 81 triliun, lebih tinggi dibandingkan periode yang sama di 2016 yang hanya Rp 60 triliun.
Masih masuknya capital inflow tersebut juga membuat posisi cadangan devisa (cadev) akhir Maret 2017 sebesar US$ 121,8 miliar. Angka itu mendekati rekor cadev Indonesia US$ 124,6 miliar pada Agustus 2011 silam.
"Dana dari luar itu dia mau beli aset kita dalam bentuk apa saja. Tetapi kami tetap harus waspada," tambah Agus.
Keyakinan BI bertolak belakang dengan pemerintah. Sebab, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam outlook asumsi APBN tahun 2017, memperkirakan rata-rata kurs rupiah tahun ini sebesar Rp 13.500 per dollar AS, lebih lemah dari asumsi dalam APBN 2017 yang sebesar Rp 13.300 per dollar AS.
Pelemahan nilai tukar tersebut juga sejalan dengan perkiraan inflasi tahun ini menjadi sebesar 4,5%, lebih tinggi dari asumsi dalam APBN 2017 yang sebesar 4%.
Sementara itu, Ekonom Maybank Indonesia Juniman memperkirakan nilai tukar rupiah di tahun ini berada di kisaran Rp 13.400 per dollar AS. Menurutnya, dollar AS memang berpotensi menguat, tetapi pemerintah AS tidak akan membiarkan penguatan dollar terlalu tajam.
Di sisi lain, ia juga memperkirakan adanya kenaikan inflasi di tahun ini. Namun menurutnya, kenaikan inflasi yang lebih disebabkan oleh kenaikan harga yang diatur pemerintah hanya bersifat temporer, bukan mencerminkan fundamental ekonomi di dalam negeri.
Jika nantinya lembaga pemeringkat Standard and Poor's (S&P) benar-benar menaikkan peringkat utang Indonesia menjadi layak investasi (investment grade) di tahun ini, maka nilai tukar rupiah justru bisa berbalik menguat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News