Reporter: Bidara Pink | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) memandang pengembangan repo merupakan fondasi penting bagi pengembangan pasar keuangan nasional.
Untuk itu, bank sentral berharap perbankan makin mendukung pengembangan pasar repo di Indonesia dengan melakukan shifting dari transaksi non collateralized (PUAB dan PUAS) ke transaksi repo.
Tak hanya itu, BI juga berharap perbankan mampu memperluas cakupan pelaku transaksi repo hingga menjangkau pelaku non perbankan.
“Karena instrumen repo memiliki fitur kolateral dalam memenuhi kebutuhan dana jangka pendek,” ujar Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti, Jumat (16/4).
BI pun berupaya untuk mendorong berkembangnya transaksi repo, baik konvensional maupun syariah, dengan kolateral surat utang negara (SUN) dan korporasi. Dalam hal ini, BI bersinergi dengan Kementerian Keuangan dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Sinergi tersebut dilakukan dengan standardisasi transaksi repo, edukasi, dan mendorong pembentukan suku bunga repo yang kompetitif, serta pengembangan infrastruktur pasar keuangan.
Anggota Dewan Komisioner OJK Heru Kristiyanto lalu mengingatkan, bank pelaku transaksi repo tidak menandakan bank tersebut mengalami kesulitan likudiitas. Sebaliknya, ini merupakan bagian dari strategi pengelolaan likuiditas harian.
Baca Juga: Utang luar negeri melonjak lagi, ini kata ekonom Indef
“Bank pelaku transaksi repo dinilai memiliki profil risiko yang lebih baik dibanding bank pelaku transaksi non collateralized (PUAB),” kata Heru.
Dalam mendukung hal ini, OJK juga telah menerbitkan beberapa regulasi yang memberi nilai lebih baik bagi transaksi repo, diantaranya POJK no. 32/POJK.03/2018 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit dan Penyediaan Dana Besar Bagi Bank Umum.
Kemudian ada SEOJK No.42/SEOJK.03/2016 tentang Pedoman Perhitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko Untuk Risiko Kredit Dengan Menggunakan Pendekatan Standar.
Dan ada juga POJK No.50/POJK.03/2017 tentang Kewajiban Pemenuhan Rasio Pendanaan Stabil Bersih (Net Stable Funding Ratio) bagi Bank Umum.
Tak ketinggalan, Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Luky Alfirman menyatakan pengembangan transaksi repo menjadi perhatian pemerintah sebagai inisiatif untuk mendukung pengembangan dan pendalaman pasar Surat Berharga Negara (SBN).
Partisipasi dari pelaku pasar yang lebih luas, seperti mencakup institusi non perbankan seperti dana pensiun dan asuransi, kemudian partisipasi investor ritel, akan mewujudkan pasar obligasi yang semakin dalam dan aktif.
Selanjutnya: Citibank hengkang dari Indonesia, peluang bagi bank lain rebut pasar kartu kredit
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News