Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Dupla Kartini
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) diperkirakan sudah di jalur yang tepat. Dengan bunga acuan sebesar 4,25%, posisi Indonesia sudah pas jika Bank Sentral Amerika Serikat (AS) The Fed melakukan pengetatan kebijakan moneter pada akhir tahun nanti.
Sejumlah ekonom yang dihubungi KONTAN memproyeksikan, BI akan mempertahankan bunga acuan, setelah melakukan pemangkasan pada Agustus dan September lalu. Ekonom PT Bank Permata Josua Pardede memprediksikan, BI menetapkan bunga Deposit Facility (DF) dan Lending Facility (LF) sebesar 3,5% dan 5,0% pada RDG bulan ini.
Ia juga melihat, laju inflasi dari tahun ke tahun alias year-on-year (yoy) pada akhir tahun ini sekitar 3,0% hingga 3,5%. Sedang defisit transaksi berjalan diperkirakan sekitar 1,7% terhadap PDB pada full year 2017.
"Saya memperkirakan BI fokus menjaga stabilitas nilai tukar rupiah menjelang pengetatan kebijakan moneter bank sentral AS dan bank sentral negara-negara maju seperti bank sentral Inggris dan Kanada," ujarnya kepada KONTAN, Rabu (15/11).
Ekonom Standard Chartered Indonesia Aldian Taloputra juga memperkirakan suku bunga acuan akan tetap, karena BI akan wait and see terhadap tren penguatan dollar AS saat ini yang dipicu oleh normalisasi kebijakan moneter The Fed dan rencana stimulus fiskal pemotongan pajak di AS.
Ekonom BCA David Sumual dan Ekonom Mandiri Andy Asmoro juga berpendapat, kemungkinan BI akan menahan suku bunga acuan paling tidak sampai awal tahun depan seiring dimulainya balance sheet reduction Fed dan ECB juga kemungkinan kenaikan suku bunga The Fed pada Desember ini.
Ekonom SKHA Institute Eric Sugandi menambahkan, BI memang akan menahan BI 7 day RR rate di 4,25% karena masih banyak faktor ketidakpastian eksternal yang bisa tekan rupiah sehingga tidak dipotong lagi. BI juga tidak hanya mengantisipasi kenaikan Fed Fund Rate, tapi ada beberapa hal lain yang juga diantisipasi.
Ia mengambil contoh seperti ketidakpastian arah kebijakan fiskal di AS, rencana tax cut oleh Presiden AS Donald Trump. "Jika hal itu terealisasi bisa menyebabkan kenaikan yield US Treasuries karena defisit AS naik. Pengetatan kebijakan moneter di Uni Eropa dan Inggris serta risiko tekanan pada pasar finansial karena masalah geopolitik juga diantisipasi," ujar dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News