kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Stimulus berakhir, BI tahan bunga acuan


Jumat, 20 Oktober 2017 / 06:23 WIB
Stimulus berakhir, BI tahan bunga acuan


Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Dupla Kartini

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Berakhir sudah stimulus moneter Bank Indonesia (BI). Sebab, Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI bulan ini memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan (BI 7-Day Reverse Repo Rate) di level 4,25% setelah melakukan pemangkasan di Agustus dan September.

Sejalan dengan keputusan tersebut, deposit facility tetap di level 3,5% dan lending facility tetap di level 5%. "Keputusan ini konsisten dengan upaya untuk menjaga stabilitas makro ekonomi dan keuangan dan mendorong laju perekonomian dengan tetap mempertimbangkan dinamika ekonomi global," kata Dody Budi Waluyo, Asisten Gubernur Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI, Kamis (19/10).

Keputusan BI ini juga sejalan dengan saran Moody's. Dalam keterangan resminya, Moody's menyebut BI perlu menghentikan aktivitas pelonggaran moneternya, pasca memangkas bunga acuan pada Agustus dan September.

Menurut Moody's, BI perlu berhati-hati dalam melonggarkan kebijakan moneternya, saat kebijakan The Fed lebih hawkish. Moody's menilai, kebijakan penurunan bunga acuan BI justru berefek negatif terhadap sentimen pasar. Sejak BI memangkas bunga acuan pada 22 Agustus 2017 semisal, investor asing justru berbondong-bondong keluar dari pasar modal.

Atas saran itu, BI mengakui pergerakan rupiah belakangan ini sangat dipengaruhi kondisi eksternal. "Sehingga harus kami waspadai," kata Dody, Kamis (19/10).

BI juga mewaspadai sejumlah risiko eksternal lain seperti rencana kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral AS (The Fed) pada Desember 2017, normalisasi neraca The Fed yang dimulai akhir Oktober 2017, dan transisi kepemimpinan The Fed. Selain itu, ada risiko geopolitik dari Spanyol dan transisi kepemimpinan di beberapa negara Eropa. Di Asia, ada risiko geopolitik dari semenanjung Korea.

Di sisi lain, BI melihat tekanan inflasi relatif terjaga. Karenanya, BI menilai tingkat suku bunga acuan saat ini sudah memadai untuk menjaga inflasi sesuai sasaran 3%–5%.

Ekonom Maybank Indonesia Juniman menilai, stimulus moneter BI merupakan stimulus pendukung ekonomi domestik. Sebab, stimulus utama ekonomi dari sisi fiskal. Menurutnya, pelonggaran bunga acuan oleh BI 2% sejak awal 2016 hingga saat ini kurang efektif mendorong ekonomi. Pemicunya, "Stimulus fiskal dari pemerintah terbatas," katanya Kamis (19/10).

Bahkan, pemangkasan suku bunga acuan pada September 2017 justru membuat biaya mahal. Sebab, rupiah melemah lebih tinggi dibanding pelemahan mata uang lainnya, di tengah penguatan dollar AS. Juniman menyarankan pemerintah harus pro aktif menstimulasi ekonomi dengan memperhatikan sektor riil sejalan dengan giatnya pembangunan infrastruktur.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×