kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45924,65   -6,71   -0.72%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

BI Beberkan 5 Isu Global yang Perlu Diwaspadai Indonesia


Senin, 05 September 2022 / 15:34 WIB
BI Beberkan 5 Isu Global yang Perlu Diwaspadai Indonesia
Truk trailer melintas di lapangan penumpukan kontainer di PT Terminal Petikemas Surabaya, Surabaya, Jawa Timur, Selasa (16/8/2022). BI Beberkan 5 Isu Global yang Perlu Diwaspadai Indonesia.


Reporter: Bidara Pink | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Bank Indonesia (BI) mengingatkan ada beberapa isu yang terjadi di dunia yang perlu diperhatikan Indonesia. Ini bisa memberi pengaruh terhadap pergerakan perekonomian Indonesia saat ini dan ke depan. 

Direktur dan Kepala Grup Departemen Kebijakan Internasional International BI Haris Munandar menjabarkan hal tersebut.

Pertama, ancaman stagflasi yang menghantui negara-negara di dunia.  “Ekonomi global saat ini ada tekanan baik itu inflasi yang tinggi maupun resesi yang kemudian direspons beragam sejumlah kebijakan ekonomi makro,” tutur Haris dalam Webinar ISEI Jakarta, Senin (5/9) secara daring. 

Respons kebijakan ekonomi makro, terutama dari kebijakan moneter. Sudah banyak bank sentral negara-negara maju yang menerapkan pengetatan kebijakan ekonomi yang agresif dalam hal menaikkan suku bunga acuan, seperti bank sentral Amerika Serikat (AS), bank sentral Inggris, dan bank sentral Eropa. 

Baca Juga: Harga Minyak Melonjak Lebih dari US$ 2 Per Barel Jelang Pertemuan OPEC+

Pengetatan kebijakan moneter yang agresif tersebut seiring dengan inflasi yang meroket di negara-negara tersebut. Sebut saja inflasi AS telah menyentuh 9% secara tahunan dan Inggris bahkan menyentuh 11%. 

Kedua, inflasi pangan akibat krisis pangan seirng kebijakan proteksionisme negara-negara di dunia. Ini tak melulu karena konflik di Rusia dan Ukraina, tetapi juga merupakan langkah dari negara-negara lain untuk melindungi pergerakan perekonomian dalam negeri mereka. 

Meski begitu, dirinya sudah melihat ada penurunan harga pangan, seperti gandum, akibat ada kesepakatan antara PBB, Ukraina, dan Rusia untuk membuka tiga pelabuhan utama di Ukraina. Walaupun, Haris mengaku penurunannya masih terbatas. 

Ketiga, pengetatan kebijakan moneter yang agresif dan kemudian memberi dampak terhadap negara berkembang, termasuk Indonesia. 

Baca Juga: Harga Minyak Mentah Ditutup Naik Jelang Pertemuan OPEC+ Pekan Depan

Bank sentral AS, Inggris, Kanada, dan Australia sudah menaikkan suku bunga sebesar 100 bps dan bahkan lebih. Sedangkan bank sentral negara berkembang lebih ke arah mengikuti kebijakan moneter negara-negara maju tersebut. 

“Seperti kita, pada Agustus 2022 kemarin baru saja masuk ke siklus pengetatan, yaitu suku bunga acuan naik 25 bps menjadi 3,75%,” tambah Haris. 

Keempat, tekanan inflasi tinggi yang terjadi di regional. Dalam hal ini, negara-negara di kawasan Asean. Inflasi yang tinggi di regional ini merupakan kombinasi dari kenaikan harga energi global, kenaikan harga pangan secara umum, suplai disrupsi karena tingginya mobilitas dan sudah masuk dalam progres pemulihan, serta depresiasi nilai tukar. 

Kelima, pertumbuhan ekonomi global yang berisiko tumbuh lebih rendah dari perkiraan awal. Dana Moneter Internasional (IMF) pun memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun ini hanya mentok 2,9% secara tahunan.

Baca Juga: Pelaku Pasar Makin Was-was Terhadap Kebijakan The Fed

Sedangkan negara maju diperkirakan tumbuh 2,5% secara tahunan dan negara berkembang hanya 3,1% secara tahunan. 

Tentu saja isu-isu yang mengandung risiko ini perlu disikapi. Haris mengatakan, saat ini presidensi Indonesia di forum G20 juga tengah membicarakan terkait hal ini agar ke depan, perekonomian global bisa lebih sehat. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×